meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan Atresia Esophagus | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan Atresia Esophagus

Asuhan Keperawatan Atresia Esophagus

Written By Unknown on Jumat, 16 Agustus 2013 | 02.56



Definisi

Atresia Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertai kelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeni atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).

Atresia Esofagus termasuk kelompok  kelainan kongenital terdiri dari gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.

  1. Esofagus distal dan proksimal benar-benar  berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%).

Segmen esofagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.

  1. Atresia Esofagus dengan fistula trakheooesophageal distal ( 86% ).

Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi dan penebalan dinding otot  berujung  pada mediastinum superior setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding  posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh .

  1. Fistula trakheoesofagus tanpa atresia (4%)

Terdapat hubungan seperti fistula antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm  dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.



  1. Atresia erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%).

Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus  tapi berlokasi 1-2 cm diatas ujung dinding depan esofagus.

5. Atresia esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal (< 1% ).

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan.


Gambar 2.Klasifikasi Atresia Esofagus

2.2 . Etiologi

            Atresia esofagus merupakan suatu kelainan bawaan pada saluran pencernaan. Terdapat beberapa jenis atresia, tetapi yang paling sering ditemukan adalah kerongkongan yang buntu dan tidak tersambung dengan kerongkongan bagian bawah serta lambung.

Atresia esophagus dan fistula trakeoesofagus sering ditemukan ketika bayi memiliki kelainan kelahiran seperti :

  1. Trisomi kromosom nomor 13, 18, dan 21

    1. Gangguan saluran pencernaan lain (seperti hernia diafragmatika, atresia duodenal, dan anus imperforata)

    2. Gangguan jantung (seperti ventricular septal defect, tetralogifallot, dan patent ductus arteriosus)

    3. Gangguan ginjal dan saluran kencing (seperti ginjal polisistik atau horseshoe kidney, tidak adanya ginjal,dan hipospadia)

  2. Gangguan muskuloskeletal

    1. Sindrom VACTERL (yang termasuk vertebra, anus, candiac, trakeosofageal fistula, ginjal, dan abnormalitas saluran getah bening)

2.3 Manifestasi Klinis

Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia esofagus, antara lain:

  • Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi

  • Sianosis

  • Batuk dan sesak napas

  • Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas

  • Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus

  • Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk

  • Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.

2.4 Patofisiologi

Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses perkembangan esofagus. Trakea dan esofagus berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esofagus proksimal berkembang. Pembelahan galur ini pada bagian tengah memisahkan esofagus dari trakea pada hari ke-26 masa gestasi. Kelainan notochord, disinkronisasi mesenkim esofagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari septum trakeoesofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab embriogenesis atresia esofagus. Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia esofagus.

Proses terbentuknya septum tracheosofageal selama masa embrional1
Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa faktor muncul menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan proliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasanya terjadi sebelum 34 hari masa gestasi. Organ lainnya, seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan sistem musculoskeletal, juga berkembang pada waktu ini, dan organ-organ tersebut tidak berkembang secara teratur dengan baik.

Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.

Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali mematikan. Trakea juga dipengaruh  oleh gangguan embriologenesis pada atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

2.5 Diagnosis

Diagnosa harus ditegakkan secara dini, lebih baik lagi jika berhasil dibuat ketika berada di kamar bersalin, karena aspirasi paru merupakan penentu prognosis utama. Sekali diduga adanya atresia esofagus, maka kegagalan untuk memasukkan suatu kateter ke dalam lambung memastikan diagnosis. Biasanya kateter tersebut akan terhenti secara tiba-tiba pada jarak 10-11 cm dari garis batas atas gusi dan rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan kateter yang menggulung terletak didalam esofagus bagian atas.

Kadang kadang, rontgenogram yang dilakukan memperlihatkan gambaran khas suatu esofagus yang mengembang karena udara yang di dalamnya. Adanya udara di dalam abdomen menunjukan adanya suatu fistula di antara trakea dan esogfagus bagian distal. Jika dipergunakan bahan kontras, maka bahan kontras tersebut haruslah bahan yang dapat larut air. Bila diberikan kurang dari 1 ml dengan pengawasan fluoroskopis maka sudah cukup untuk memperlihatkan gambaran dari kantung atas yang buntu. Kemudian bahan tersebut harus disingkirkan kembali untuk mencegahnya masuk ke dalam paru-paru dan mencegah pneumonia kimia.

Beberapa fistula tanpa atresia :

  1. Diagnosa pasti dengan thorax foto : menunjukkan gambaran kateter terhenti pada tempat atresia.

  2. Fluoros copy dan Bronchos copy: memberi gambaran yang lebih jelas.

  3. Dalam foto abdomen perlu dibedakan apakah lambung terisi udara atau kosong : untuk menunjang diagnosa fistula tracheo esophagus.









2.6 Penatalaksanaan

Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.



  1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan dilakukan dengan operasi/ pembedahan.

  1. Penatalaksanaan Keperawatan

Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru berkembang.

Pendekatan Post Operasi

Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan perawatan sebagai berikut :

  • Monitor pernafasan ,suhu tubuh, fungsi jantung dan ginjal.

  • Oksigen perlu diberikan dan ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.

  • Analgetik  diberi jika dibutuhkan.

  • Pemeriksaan darah dan urin dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan.

  • Pemeriksaan scaning dilakukan untuk mengevalausi fungsi esofagus.

  • Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.

  • Sekret dihisap melalui tenggorokan dengan slang nasogastrik.

Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih, tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini. Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah operasi untuk monitor fungsi esofagus.



2.7 Komplikasi

Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1.       Dismotilitas esophagus

Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2.       Gastroesofagus refluk

Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat (medical) atau pembedahan.
3.       Trakeo esogfagus fistula berulang

Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4.       Disfagia atau kesulitan menelan (post op)

Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5.       Kesulitan bernafas dan tersedak

Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6.       Batuk kronis

Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7.       Meningkatnya infeksi saluran pernafasan

Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.

1.1  Diagnosa Keperawatan

  1. a.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

  2. b.      Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus ke lambung.

  3. c.       Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan g-tube.

  4. d.      Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pemasangan g-tube.



1.2  Intervensi

  1. a.      Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk menelan sekresi.

Tujuan: Pasien mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi

Kriteria Hasil:

  • Jalan napas tetap paten

  • Bayi tidak teraspirasi sekresi

  • Pernapasan tetap pada batas normal










































NoIntervensiRasional
1.Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan.Untuk menghilangkan penumpukan sekresi di orofaring.
2.Beri posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada sandaran yang ditinggikan (sedikitnya 300).Untuk menurunkan tekanan pada rongga torakal dan meminimalkan refluks sekresi lambung ke esophagus distal dan ke dalam trakea dan bronki.
3.Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik.Untuk membantu menghilangkan distress pernapasan.
4.Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; kantong resusitasi/ masker).Karena dapat memasukkan udara ke dalam lambung dan usus, yang menimbulkan tekana tambahan pada rongga torakal.
5.Pertahankan penghisapan segmen esophagus secara intermitten atau kontinue, bila di pesankan pada masa pra operasi.Untuk menjaga agar kantong buntu tersebut tetap kosong.
6.

Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, terbuka untuk drainase gravitasi.Agar udara dapat keluar,

meminimalkan resiko regurgitasi isi lambung dengan trakea.



  1. b.      Diagnosa keperawatan: Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus ke lambung.

Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.

Kriteria Hasil: Bayi mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan yang memuaskan.

































NoIntervensiRasional
1.Beri makan melalui gastrostomi sesuai dengan ketentuanUntuk memberikan nutrisi sampai pemberian makanan oral memungkinkan.
2.Lanjutkan pemberian makan oral sesuai ketentuan, sesuai kondisi bayi dan perbaikan pembedahan.Untuk memenuhi kebutuhan akan nutrisi bayi
3.Observasi dengan ketat.Untuk memastikan bayi mampu menelan tanpa tersedak.
4.Pantau masukan keluaran dan berat badan.Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
5.Ajarkan keluarga tentang teknik pemberian makan yang tepat.Untuk mempersiapkan diri terhadap pemulangan.



  1. c.       Diagnosa keperawatan: Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan g-tube.

Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi.

Kriteria Hasil: Anak tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi karena pemasangan g-tube.













NoIntervensiRasional
1.Bersihkan kateter sesering mungkinUntuk mencegah bakteri masuk ke dalam tubuh



  1. d.      Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pemasangan g-tube.

Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.

Kriteria Hasil:

  • Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan melakukan penghisapan non-nutrisi.

  • Mulut tetap bersih dan lembab.

  • Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.





























NoIntervensiRasional
1.Beri stimulasi taktil (mis; membelai, mengayun).Untuk memudahkan perkembangan optimal dan meningkatkan kenyamanan.
2.Beri perawatan mulut.Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan membran mukosa lembab.
3.Beri analgesik sesuai ketentuanUntuk mengurangi rasa nyeri yang berlebih
4.Dorong orang tua untuk berpastisipasi dalam perawatan anak.Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger