meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

Written By Unknown on Jumat, 16 Agustus 2013 | 13.43



 Definisi Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Askandar, 2000).

Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan menifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemi puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.

Diabetes melitus adalah sekelompok gangguan metabolik kronik, ditandai oleh hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas, metabolisme karbohidrat, lemak, protein, disebabkan oleh defek sekresi insulin, sensitivas insulin atau keduanya dan mengakibatkan terjadinya komplikasi kronis termasuk mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati. Diabetes melitus merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat,lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin (Price and Wilson, 2005).

1.2    Klasifikasi

Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentasi klinis, umur awitan dan riwayat penyakit. Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa(Price and Wilson, 2005) :

  1. Diabetes melitus tipe 1

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen insulin, namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.

  1. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen insulin. Insidens diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini. Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat.

Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.

  1. Diabetes gestasional (diabetes kehamilan)

Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetess gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan. Kriteria diagnosis biokimia diabetes kehamilan yang dianjurkan adalah kriteria yang diusulkan oleh O’Sullivan dan Maham (1973). Menurut kriteria ini, GDM terjadi apabila dua atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau dilampaui sesudah pemberian 75 g glukosa oral: puasa, 105 mg/dl; 1 jam, 190 mg/dl; 2 jam, 165 mg/dl; 3 jam, 145 mg/dl. Pengenalan diabetes seperti ini penting karena penderita berisiko tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal serta mempunyai frekuensi kematian janin viabel yang lebih tinggi. Kebanyakan perempuan hamil harus menjalani penapisan untuk diabetes selama usia kehamilan 24 hingga 28 minggu.

  1. Tipe khusus lain

Tipe khusus lain adalah:

  1. Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenal pada MODY. Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin

  2. Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis negrikans

  3. Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik

  4. Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali

  5. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta

  6. Infeksi.

1.3    Etiologi

Menurut ADA (2003), etiologi diabetes mellitus dikelompokkan sebagai berikut.:

  1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Destruksi sel β umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut

  1. Melalui proses imunologik (autoimunologik)

  2. Idiopatik

  3. Diabetes Mellitus Tipe 2

Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi

insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin

  1. Diabetes Mellitus Tipe Lain

    1. Defek genetik fungsi sel β :

      1. kromosom 12, HNF-1 α (dahulu disebut MODY 3),

      2. kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)

      3. kromosom 20, HNF-4 α (dahulu disebut MODY 1)

      4. DNA mitokondria

b. Defek genetik kerja insulin

  1. Penyakit eksokrin pancreas

  2. Pankreatitis

  3. Trauma/Pankreatektomi

  4. Neoplasma

  5. Cistic Fibrosis

  6. Hemokromatosis

  7. Pankreatopati fibro kalkulus

d. Endokrinopati:

  1. Akromegali

  2. Sindroma Cushing

  3. Feokromositoma

  4. Hipertiroidisme

    1. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon

    2. Diabetes karena infeksi

g. Diabetes Imunologi (jarang)

h. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington,Chorea, Prader Willi

  1. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor resiko untuk DM Tipe 2

  1. Pra-diabetes:

    1. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu)

b. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa Terganggu).

1.4    Faktor Resiko

Faktor resiko untuk penyakit diabetes mellitus terutama pada dibetes mellitus tipe 2 yaitu antara lain (ngumpulsehat, 2009) :

  1. Ras dan etnik

  2. Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes

  3. Umur : resiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.

  4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).

  5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
    Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal.

  6. Faktor lain :

    1. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).

    2. Kurangnya aktivitas fisik.

    3. Hipertensi (> 140/90 mmHg).

    4. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)

    5. Diet tak sehat (unhealthy diet) : diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe-2.

    6. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin

    7. Penderita sindrom metabolik

    8. Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya

    9. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,PAD (Peripheral Arterial Diseases)



1.5    Manifestasi Klinis

Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.

Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM. Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.

1.6    Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakkan diagnosa diabetes mellitus dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium darah yang secara khusus memeriksa kadar glukosa dalam darah pemeriksaan kadar glukosa darah yaitu (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klonik, 2009) :

  1. Kadar gula darah acak  > 200 mg/dl

  2. Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl














1.7    Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009) :

  1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal

  2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).

  1. Terapi tanpa obat

  2. Pengaturan diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

• Karbohidrat : 60-70%

• Protein : 10-15%

• Lemak : 20-25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal.

Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.

Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa resiko masukan kalori yang berlebih.

  1. Olahraga

Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.

  1. Terapi Obat

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya.

  1. Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolism karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral. Prinsip kerja terapi insulin adalah sebagai berikut :

  1. Indikasi untuk terapi insulin antara lain :

    1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada

    2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah

    3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke

    4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin, apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.

    5. Ketoasidosis diabetic

    6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia hiperosmolar non-ketotik.

    7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.

    8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

    9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO

    10. Cara pemberian

Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa (insulin pump) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan langsung ke dalam vena juga tersedia untuk penggunaan di klinik.

  1. Penggolongan Sediaan Insulin

Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:

  1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin regular

  2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)

  3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat

  4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)

Keterangan dan contoh sediaan untuk masing-masing kelompok disajikan dalam tabel 6 (IONI, 2000 dan Soegondo, 1995b).




















Tabel 1. Penggolongan sediaan insulin berdasarkan mula dan masa kerja








































Jenis sediaan Insulin


Onset

(jam)


Puncak (jam)


Masa Kerja (jam)

 Short-acting Insulin
0,5


1-4


6-8

Intermediate-acting
1-2


6-12


18-24

Masa kerja sedang , mula kerja cepat
0,5


4-15


18-24

Long-acting insulin
4-6


14-20


24-36










  1. Terapi Obat Hipoglikemik Oral

Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

  1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin)

  2. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif

  3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker”.

2.7 Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Berikut ini akan diuraikan beberapa komplikasi yang sering terjadi dan harus diwaspadai (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).

  1. Hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energy sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1 – 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggris diperkirakan 2 – 4% kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita tersebut mendapat terapi insulin. Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita:

  1. Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)

  2. Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli gizi

  3. Berolah raga terlalu berat

  4. Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya

  5. Minum alkohol

  6. Stress

  7. Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia

Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila penderita mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:

  1. Dosis insulin yang berlebihan

  2. Saat pemberian yang tidak tepat

  3. Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobik

  4. Berlebihan

  5. Faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap insulin, misalnya gangguan fungsi adrenal atau hipofisis

    1. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan (HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.

  1. Komplikasi Makrovaskular

Jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease = PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit komplikasi makrovaskular dikenal dengan berbagai nama, antara lain Syndrome X, Cardiac Dysmetabolic Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, atau Insulin Resistance Syndrome. Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes, maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan, termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok, mengurangi stress dan lain sebagainya.

  1. Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.

Disamping karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama, berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan diabetes. Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula darah yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%.

1.1    Diagnosa

  1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh dalam jumlah besar akibat diuresis osmotik

  2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan tubuh akibat penurunan glukosa dalam sel/jaringan

  3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan dan perubahan fungsi sel akibat tingginya kadar glukosa dalam darah

  4. Kelelahan berhubungan dengan peningkatan asam lemak bebas akibat hipermetabolisme lemak dan protein



1.2    Intervensi

  1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya cairan tubuh dalam jumlah besar akibat diuresis osmotik

Tujuan : volume cairan dalam tubuh normal

Kriteria Hasil : hidrasi adekuat : TTV stabil (S : 36-37,5oC, N: 60-80 x /menit, T : 100-130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit), nadi perifer dapat diraba, turgor kulit baik, haluaran urine normal (0,5-1 cc/kg BB/jam), dan kadar albumin normal (3,4-5,0 g/dl)












Intervensi


Rasional



  1. Pantau TTV, catat adanya perubahana TD ortostatik

  2. Pantau suhu, warna kulit, atau kelembabannya



  1. Pantau nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa

  2. Berikan cairan minimal 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika intake melalui oral sudah dapat diberikan

  3. Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi :

Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa, albumin, plasma, atau dekstran


  1. Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi

  2. Kulit yang kering dan kemerahan mungkin menunjukkan adanya dehidrasi

  3. Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat

  4. Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi







  1. Meningkatkan intake cairan yang adekuat. Plasma pengganti kadang diperlukan jika kekurangan tersebut mengancam kehidupan atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha-usaha rehidrasi yang telah dilakukan
























  1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan tubuh akibat penurunan glukosa dalam sel/jaringan

Tujuan : Nutrisi adekuat

Kriteria hasil :

  1. Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat (kurang lebih 2100 kal)

  2. Menunjukkan tingkat energi biasanya (sesuau kemampuan klien)

  3. BB ideal (BMI = BB/(TB(m))2













Intervensi


Rasional



  1. Kolaborasi penentuan diet dan pola makan klien dan bandingksn dengan makanan yang dapat dihabiskan kliien

  2. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika klien sudah dapat mentoleransinya melalui oral, dan selanjutnya terus mengupayakan pemberian makanan padat sesuai toleransi

  3. Identifikasi makanan yang disukai klien







  1. Pantau tanda-tanda hipoglikemia seperti, perubahan tingkat kesadaran, pusing, denyut nadi cepat, kulit dingin, cemas, sakit kepala







  1. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (Glukosa darah, aseton, pH dan HCO3)

    1. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik



  1. Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar dan fungsi gastrointestinal baik











  1. Jika makanan yang disukai klien dimasukkan dalam perencanaan makan, maka klien akan lebih bersemangat untuk makan (bukan makanan yang tidak dianjurkan)

  2. Jika metabolisme karbohidrat mulai terjadi maka gula darah akan berkurang, hipoglikemi mungkin terjadi tanpa disertai perubahan tingkat kesadaran sehingga semua tanda-tanda harus dipantau secara tepat

  3. Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol




































  1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan dan perubahan fungsi sel akibat tingginya kadar glukosa dalam darah

Tujuan : Tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil :

  1. Tanda-tanda infeksi tidak ada (kemerahan, bengkak, nyeri tekan, hipertermi, perubahan fungsi)

  2. Suhu normal : 36-37,5oC

  3. Leukosit normal (4,5-10,5 x 103/uL)

  4. Kadar glukosa normal (GDA > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl)













Intervensi


Rasional



  1. Pantau tanda-tanda infeksi seperti demam, kemerahan, bengkak, nyeri tekan, dan perubahan fungsi jaringan

  2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan klien termasuk klien sendiri

  3. Pertahankan teknik aseptik pada tindakan invasif



  1. Berikan perawatan kulit dengan teratur, massase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering



  1. Anjurkan klien minum adekuat (kira-kira 3000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi









  1. Kolaborasi pemberian antibiotik



  1. Kolaborasi pemeriksaan darah (leukosit)

    1. Menilai secara dini terjadinya infeksi sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya



  1. Mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi nosokomial)


  1. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman

  2. Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan klien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi

  3. Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi. Meningkatkan aliran urin untuk mencegah urinyang statis dan membantu dalam mempertahankan pH/keasaman urin, yang menurunkan pertumbuhan bakteri

  4. Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis

  5. Mengidentifikasi tanda infeksi melalui jumlah leukosit dalam darah






































  1. Kelelahan berhubungan dengan peningkatan asam lemak bebas akibat hipermetabolisme lemak dan protein

Tujuan : Kelelahan berkurang atau hilang

Kriteria hasil :

  1. Klien mengungkapkan peningkatan tingkat energi

  2. Nadi : 60-100 x/menit, RR : 16-24 x/menit, TD : 100-120/80-100 mmHg

  3. Klien menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan













Intervensi


Rasional



  1. Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan klien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan

  2. Bantu aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/tanpa diganggu

  3. Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas

  4. Diskusikan cara menghemat kalori dalam berbagai aktivitas





  1. Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-sehari sesuai dengan yang dapat ditoleransi

    1. Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun klien mungkin sangat lemah



  1. Mencegah kelelahan yang berlebihan



  1. Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis



  1. Klien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan energy pada setiap kegiatan

  2. Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi klien

Share this article :

1 komentar:

  1. lengkapnya rekk...
    kenapa baru tau sekarang ya...
    kapan-kapan mampir lagi deh...:D

    BalasHapus

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger