meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan Epididimitis | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan Epididimitis

Asuhan Keperawatan Epididimitis

Written By Unknown on Jumat, 18 November 2011 | 21.31


1. Definisi
Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis. Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang testis dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan sperma yang matur.

Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi epididimitis akut dan kronik. Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam beberapa hari sedangkan pada epididimitis kronik, timbulnya nyeri dan peradangan pada epididimis telah berlangsung sedikitnya selama enam minggu disertai dengan timbulnya indurasi pada skrotum.


  1. Etiologi

Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien, sehingga penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi:

1)      Infeksi bakteri non spesifik

Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari 35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, and Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae and N meningitides sangat jarang terjadi.

2)      Penyakit Menular Seksual

Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada populasi ini.

3)      Virus

Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang sering menyebabkan epididimitis selain coxsackie virus A dan varicella

4)      Tuberkulosis

Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberkulosis sering terjadi di daerah endemis TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.

5)      Penyebab infeksi lain

seperti brucellosis, coccidioidomycosis, blastomycosis, cytomegalovirus [CMV], candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab terjadinya epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh yang rendah atau menurun.

6)      Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks.

7)      Vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak) sering menyebabkan epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik.

8)      Penggunaan Amiodarone dosis tinggi

Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis awal 600 mg/hari – 800 mg/ hari selama 1 – 3 minggu secara bertahap dan dosis pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari) akan menimbulkan antibodi amiodarone HCL yang kemudian akan menyerang epidididmis sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah bagian cranial dari epididimis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % pasien yang menggunakan obat amiodarone.

9)      Prostatitis

Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke skrotum, menyebabkan timbulnya epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah antara penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika disentuh.

10)  Tindakan pembedahan seperti prostatektomi.

Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang dilakukan prostatektomi suprapubik.

11)  Kateterisasi dan instrumentasi

Terjadinya epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis.

  1. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya epididimitis masih belum jelas, dimana diperkirakan terjadinya epididimitis disebabkan oleh aliran balik dari urin yang mengandung bakteri, dari uretra pars prostatika menuju epididimis melalui duktus ejakulatorius vesika seminalis, ampula dan vas deferens. Oleh karena itu, penyumbatan yang terjadi di prostat dan uretra serta adanya anomali kongenital pada bagian genito-urinaria sering menyebabkan timbulnya epididimitis karena tekanan tinggi sewaktu miksi. Setiap kateterisasi maupun instrumentasi seperti sistoskopi merupakan faktor resiko yang sering menimbulkan epididimitis bakterial.

Infeksi berawal di kauda epididimis dan biasanya meluas ke tubuh dan hulu epididimis. Kemudian mungkin terjadi orkitis melalui radang kolateral. Tidak jarang berkembang abses yang dapat menembus kulit dorsal skrotum. Jarang sekali epididimitis disebabkan oleh refluks dari jalan kemih akibat tekanan tinggi intra abdomen karena cedera perut.

  1. Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh uretra dan nyeri atau itching pada uretra (akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang meningkat, dan rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat, urgensi, dan rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut prostatitis), demam dan nyeri pada regio flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut pielonefritis).

Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul dari bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis, skrotum dan kadangkala ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan muntah.

  1. Tanda Klinis Pemeriksaan Fisik

Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik adalah :

1)      Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis membengkak di permukaan dorsal testis yang sangat nyeri. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Kulit skrotum teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.

2)      Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal

3)      Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik.

4)      Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis.

5)      Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat.

6)      Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan

7)      Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dll.

  1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu infeksi adalah:

1)      Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left (10.000-30.000/µl)

2)      Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi

3)      Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak

4)      Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.

5)      Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita

  1. Pemeriksaan Radiologis

Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :

1)   Color Doppler Ultrasonography

(a)      Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum lainnya.

(b)     Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti ukuran bayi berbeda dengan dewasa)

(c)      Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat.

(d)     Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai komplikasi dari epididimitis.

(e)      Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo yang heterogen pada ultrasonografi.

2)   Nuclear Scintigraphy

(a)    Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi.

(b)   Pada epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras

(c)    Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentukan daerah iskemia akibat infeksi.

(d)   Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu

(e)    Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam melakukan interpretasi

3)   Vesicouretrogram (VCUG), cystourethroscopy, dan USG abdomen

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali kongenital pada pasien anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.

  1. Diagnosis

Diagnosis epididimitis dapat ditegakkan melalui :

1)      Anamnesa

2)      Pemeriksaan fisik

3)      Pemeriksaan Laboratorium

4)      Pemeriksaan penunjang lainnya

  1. Diagnosis Banding

Diagnosis banding epididimitis meliputi :

1)      Orkitis

2)      Hernia inguinalis inkarserata

3)      Torsio testis

4)      Seminoma testis

5)      Trauma testis

  1. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan bedah, berupa :

1)      Penatalaksanaan Medis

Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering digunakan adalah :

(a)    Fluorokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten terhadap kuman gonorhoeae

(b)   Sefalosforin (Ceftriaxon)

(c)    Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamidia dan digunakan pada pasien yang alergi penisilin

(d)   Doksisiklin, azithromycin, dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri non gonokokal lainnya

Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti:

(a)    Pengurangan aktivitas

(b)   Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.

(c)    Kompres es

(d)   Pemberian analgesik dan NSAID

(e)    Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra

2)      Penatalaksanaan Bedah

Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :

(a)    Scrotal exploration

Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.

(b)   Epididymectomy

Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik epididimitis pada 50% kasus.

(c)    Epididymotomy

Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.

  1. Komplikasi

Komplikasi dari epididimitis adalah :

1)      Abses dan pyocele pada skrotum

2)      Infark pada testis

3)      Epididimitis kronis dan orchalgia

4)      Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus epididimis

5)      Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism

6)      Fistula kutaneus

  1. Prognosis

Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya. Kekambuhan epididimitis pada seorang pasien adalah hal yang biasa terjadi.

Diagnosa Keperawatan

  1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit

  2. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi akibat proses infeksi

  3. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan proses penyakit

Intervensi

  1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan : Menunjukkan penurunan skala nyeri

Kriteria hasil:

Dalam 3x24 jam, pasien menunjukkan:

  1. Skala nyeri 5

  2. Nadi : 100x/menit






























Intervensi


Rasional

Kolaborasi pemberian analgesikUntuk menurunkan nyeri
Gunakan pendekatan yang positifMengoptimiskan respons pasien terhadap analgesic
Instruksikan pada pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurang nyeri tidak dapat tercapaiUntuk merencanakan intervensi yang akan dilakukan selanjutnya
Lakukan pemasangan kateterMeningkatkan rasa nyaman karena seringnya BAK
Pantau tanda-tanda vitalMengevaluasi efek nyeri terhadap perubahan tanda-tanda vital



  1. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi akibat proses infeksi

Tujuan : Menunjukkan penurunan suhu tubuh

Kriteria hasil:

Dalam 3x24 jam, pasien menunjukkan:

T: 370 C

Tidak ada abses skrotum
































Intervensi


Rasional

Kolaborasi pemberian antipiretik dan antibiotikUntuk menurunkan panas tubuh
Lakukan kompres pada aksila,kening, leher, dan lipat pahaMenurunkan panas tubuh
Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang tipisUntuk mempermudah pengeluaran panas
Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan cairanUntuk mencegah dehidrasi akibat hipermetabolisme
Ukur tanda-tanda vitalMengevaluasi efek intervensi yang telah dilakukukan
Lakukan pemeriksaan Color Doppler UltrasonographyUntuk mengecek abses pada skrotum



  1. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan proses penyakit

Tujuan : Menunjukkan pola seksualitas yang normal

Kriteria hasil:

Dalam 3x24 jam, pasien menunjukkan:

Dapat mengungkapkan ketakutan yang dirasakan terkait seksualitas

Mengungkapkan secara verbal pemahamannya tentang perubahan fungsi seksual

Beradaptasi pada pengungkapan seksual yang berhubungan dengan perubahan fisik karena penyakit




























Intervensi


Rasional

Anjurkan pasien untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan dan mengungkapkan pertanyaanEksplorasi perasaan pasien
Diskusikan efek penyakit terhadap seksualitasMeningkatkan pemahaman pasien tentang penrunan fungsi seksualitasnya
diskusikan dengan pasien untuk menunda hubungan seksual selama kondisi sakitMeningkatkan pengetahuan pasien
Diskusikan pentingnya modifikasi dalam aktivitas seksualMeningkatkan pengetahuan pasien
Berikan rujukan pada anggota tim pelayanan kesehatan lainnya (ahli terapi seks)Pasien mendapatkan konseling yang tepat terkait pola seksualitasnya

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger