meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan Koriokarsinoma | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan Koriokarsinoma

Asuhan Keperawatan Koriokarsinoma

Written By Unknown on Jumat, 31 Januari 2014 | 05.53


A. Definisi

            ”Korio” adalah istilah yang diambil dari vili korionik (”chorionic villi”) yaitu salah satu komponen dari manusia. Istilah karsinoma pula merujuk kepada kanker yang berasal dal sel-sel epitelial. Disebabkan kanker ini mempunyai atau berasal dari salah satu komponen dari atau plasenta maka salah satu ciri khusus kanker ini adalah ia bisa menghasilkan hormon HCG (”Human Chorionic Gonadotrophin”) yang sangat tinggi malah lebih tinggi daripada wanita-wanita yang hamil. Penyakit koriokarsinoma boleh berlaku kepada siapa yang pernah hamil termasuk kepada wanita-wanita yang pernah mengalami kehamilan molar. Tidak seperti kehamilan molar, koriokarsinoma bisa terjadi di berbagai organ tubuh seperti hati, limpa, paru-paru, tulang belakang dan otak. Koriokarsinoma  bisa juga terjadi di dinding rahim. Koriokarsinoma adalah sejenis kanker yang agresif tetapi sangat sensitif kepada obat kemoterapi menjadikannya salah satu kanker yang bisa sembuh sepenuhnya. Koriokarsinoma bisa menjadi salah satu komplikasi jangkapanjang kehamilan molar. Walau bagaimanapun kemungkinan berlakunya komplikasi ini adalah sangat kecil di mana cuma 2-3 peratus saja ke koriokarsinoma berlaku selepas kehamilan molar.

Koriokarsinoma bisa berlaku dalam beberapa bulan hingga beberapa tahun selepas kehamilan normal, keguguran ataupun kehamilan luar rahim. Koriokarsinoma yang terjadi beberapa tahun selepas kehamilan normal dikatakan jenis yang paling agresif.
Koriokarsinoma adalah tumor ganas (maligna) dari trofoblast dan biasanya timbul setelah kehamilan mola, kadang-kadang setelah abortus atau persalinan. Bila dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya koriokarsinoma mempunyai sifat yang berbeda misalnya :

  1. koriokarsinoma mempunyai  periode laten yang dapat diukur, yaitu jarak waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan.

  2. sering menyerang wanita muda.

  3. dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dengan pengobatan sitostatik

  4. Dapat sembuh tanpa pengobatan melalui proses regresi spontan.

B.         Klasifikasi

Koriokarsinoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam bentuk, yaitu:

  1. Koriokarsinoma Villosum

Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah. Sifatnya seperti mola, tetapi dengan daya penetrasi yang lebih besar. Sel- sel trofoblas dengan villi korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Walaupun secara lokal mempunyai daya invasi yang berlebihan, tetapi penyakit ini jarang disertai metastasis. Invasive mola berasal dari mola hidatidosa

  1. Koriokarsinoma Non Villosum

Penyakit ini merupakan yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh mola hidatidosa (83,3%) tetapi dapat pula didahului abortus atau persalinan biasa masing-masing 7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain, seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar dan otak. Apabila tidak diobati biasanya pasien meninggal dalam 1 tahun.



Apabila dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya, koriokarsinoma mempunyai sifat yang berbeda, misalnya:

  1. Koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu jarak waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan

  2. Sering menyerang wanita muda

  3. Dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dengan pengobatan sitostatika

    1. Koriokarsinoma Klinis

Apabila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar hCG turun lambat apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit trofoblas ganas. Artinya ada sel-sel trofoblas yang aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat lain (metastasis) dan mengahasilkan hCG. Diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan histopatologik tetapi oleh tingginya kadar HCG dan adanya metastasis.

C.         Etiologi

Etiologi terjadinya koriokarsinoma belum jelas diketahui. Trofoblas normal cenderung menjadi invasive dan erosi pembuluh darah berlebih-lebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui pembuluh darah jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang paling sering adalah paru- paru ﴾75%﴿ dan kemudian vagina ﴾50%﴿. Pada beberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak ﴾Cunningham, 1990﴿. Wikipedia, 2009 menyebutkan bahwa koriokarsinoma selama kehamilan bisa didahului oleh:

  1. Mola hidatidosa ( 50% kasus )

  2. Aborsi spontan ( 20% kasus )

  3. Kehamilan ektopik ( 2% kasus )

  4. Kehamilan normal ( 20-30% kasus )

Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain:

  1. Faktor ovum

Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.

  1. Immunoselektif dari trofoblast

Yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel- sel trofoblast.

  1. Keadaan sosial ekonomi yang rendah

Keadaan sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi ibu yang pada akhirnya akan mempengaruhi pembentukan ovum abnormal yang mengarah pada terbentuknya mola hidatidosa.

  1. Paritas tinggi

Ibu dengan paritas tinggi, memiliki kemungkinan terjadinya abnormalitas pada kehamilan berikutnya, sehingga ada kemungkinan kehamilan berkembang menjadi mola hidatidosa dan berikutnya menjadi koriokarsinoma.

  1. Kekurangan protein

Sesuai dengan fungsi protein untuk pembentukan jaringan atau fetus sehingga apabila terjadi kekurangan protein saat hamil menyebabkan gangguan pembentukan fetus secara sempurna yang menimbulkan jonjot-jonjot korion

  1. Infeksi virus dan faktor kromosom

Kanker ini berasal dari salah satu komponen plasenta maka salah satu cirri khusus kanser ini adalah ia bisa menghasilkan hormone HCG (Human Chorionic Gonadotrophin”) yang sangat tinggi malah lebih tinggi dari pada wanita-wanita yang hamil. Sebagian besar dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok wanita yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma.

Kejadian dipengaruhi oleh :

  1. status sosio ekonomi

  2. umur

  3. gizi

  4. consanguinitas (perkawinan antar keluarga)

D.  Manifestasi Klinis

Berikut adalah di antara gejala-gejala dan tanda-tanda yang mungkin dialami oleh penderita koriokarsinoma:

a. Perdarahan per vagina

b. Batuk berdarah dan sesak nafas

c. Sakit kepala dan lumpuh sebelah badan

d. Sakit tulang belakang

e. Perdarahan

f. Bengkak perut dan kuning mata

g. Hilang selera makan dan turun berat badan

Faktor yang paling penting yang  memastikan penderita ini menghidap koriokarsinoma adalah kandungan hormon HCG (”Human Chorionic Gonadotrophin”) di dalam badan mereka.

E.  Patofisiologi

Bentuk tumor trofoblas yang sangat ganas ini dapat dianggap sebagai suatu karsinoma dari epitel korion, walaupun perilaku pertumbuhan dan metastasisnya mirip dengan sarkoma. Faktor-faktor yang berperan dalam transformasi keganasan korion tidak diketahui. Pada koriokarsinoma, kecenderungan trofoblas normal untuk tumbuh secara invasif dan menyebabkan erosi pembuluh darah sangatlah besar. Apabila mengenai endometrium, akan terjadi perdarahan, kerontokan dan infeksi permukaan. Masa jaringan yang terbenam di miometrium dapat meluas keluar , muncul di uterus sebagai nodul-nodul gelap irreguler yang akhirnya menembus peritoneum.

Gambaran diagnostik yang penting pada koriokarsinoma, berbeda dengan mola hidatidosa atau mola invasif adalah tidak adanya pola vilus. Baik unsur sitotrofoblas maupun sinsitium terlibat, walaupun salah satunya mungkin predominan. Dijumpai anplasia sel, sering mencolok, tetapi kurang bermanfaat sebagai kriteria diagnostik pada keganasan trofoblas dibandingkan dengan pada tumor lain. Pada pemeriksaan hasil kuretase uterus, kesulitan evaluasi sitologis adalah salah satu faktor penyebab kesalahan diagnosis koriokarsinoma. Sel-sel trofoblas normal di tempat plasenta secara salah di diagnosis sebagai koriokarsinoma. Metastasis sering berlangsung dini dan umumnya hematogen karena afinitas trofoblas terhadap pembuluh darah.

Koriokarsinoma dapat terjadi setelah mola hidatidosa, abortus, kehamilan ektopik atau kehamilan normal . tanda tersering, walaupun tidak selalu ada, adalah perdarahan irreguler setelah masa nifas dini disertai subinvolusi uterus. Perdarahan dapat kontinyu atau intermitten, dengan perdarahan mendadak dan kadang-kadang masif. Perforasi uterus akibat pertumbuhan tumor dapat menyebabkan perdarahan intraperitonium. Pada banyak kasus, tanda pertama mungkin adalah lesi metatatik. Mungkin ditemukan tumor vagina atau vulva. Wanita yang bersangkutan mungkin mengeluh batuk dan sputum berdarah akibat metastasis di paru. Pada beberapa kasus, di uterus atau pelvis tidak mungkin dijumpai koriokarsinoma karena lesi aslinya telah lenyap, dan yang tersisa hanya metastasis jauh yang tumbuh aktif. Apabila tidak di terapi, koriokarsinoma akan berkembang cepat dan pada mayoritas kasus pasien biasanya akan meninggal dalam beberapa bulan. Kausa kematian tersering adalah perdarahan di berbagai lokasi.

Pasien di golongkan beresiko tinggi jiika penyakit lebih dari 4 bulan, kadar gonadotropin serum lebih dari 40.000 mIU/ml, metastasis ke otak atau hati, tumor timbul setelah kehamilan aterm, atau riwayat kegagalan kemoterapi, namun menghasilkan anagka kesembuhan tertinggi dengan kemoterapi kombinasi yaitu menggunakan etoposid, metotreksat, aktinomisin, siklofosfamid, dan vinkristin(Schorage et al, 2000).

F.         Stadium Koriokarsinoma

Berdasarkan jauhnya penyebaran koriokarsinoma dibagi menjadi 4, yaitu:

  1. Stadium I yang terbatas pada uterus

  2. Stadium II, sudah mengalami metastasis ke parametrium, serviks dan vagina

  3. Stadium III, mengalami metastasis ke paru-paru

  4. Stadium IV, metastasis ke oragan lain, seperti usus, hepar atau otak.

G.        Penatalaksanaan Medis

  1. Kemoterapi

Koriokarsinoma merupakan tumor yang sensitif terhadap obat-obatan kemoterapi, dari hasil survey menunjukkan bahwa dengan kemoterapi pasien dengan koriokarsinoma mengalami kesembuhan 90-95%.

  1. Terapi dengan agen single methotrexate or actinomycin D Terapi ini digunakan untuk koriokarsinoma yang belum bermetastase meluas ke seluruh tubuh atau dengan skala ringan.

  2. Terapi kombinasi EMACO (etoposide, methotrexate, actinomycin D, cyclosphosphamide and oncovin) Terapi komplek ini digunakan untuk koriokarsinoma dengan skala sedang atau berat.

  3. Hysterektomi

Biasa dilakukan pada wanita dengan usia ≥ 40 tahun atau pada wanita yang memang menginginkan untuk dilakukan hysterektomi. Hysterektomi juga disarankan pada infeksi berat dan perdarahan yang tidak terkendali

H. Diagnosa Keperawatan



    1. PK anemia b.d. perdarahan berulang

    2. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d perdarahan, proses penjalaran penyakit.

    3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan asupan oral, ketidaknyamanan mulut, mual sekunder akibat peningkatan kadar ß-hCG.

    4. Ansietas b.d ancaman intregritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder akibat penyakit.

    5. Ketidakefektifan pola seksualitas b.d ketakutan terkaitan perdarahan per vagina

     

  1. Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada diagnosa keperawatan diatas  antara lain :

    1. PK anemia b.d. perdarahan berulang

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.

Kriteria Hasil :

  1. Perdarahan tidak ada

Intervensi:

  1. Monitor tanda-tanda vital klien dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 22 – 24 x/menit, suhu 36-37° C).

  2. Mengawasi turgor kulit rasionalnya juga untuk memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi.

  3. Monitor intake dan output rasionalnya kita dapat mengetahui dengan segera cairan yang masuk dan keluar baik lewat peroral maupun parental.

  4. Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit

  5. Pantau cairan IV

  6. Kolaborasi dokter untuk pemberian therapy rasionalnya adalah untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan lebih lanjut sehingga sesegera mungkin diberikan therapy.



  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d perdarahan, proses penjalaran penyakit

Tujuan  : Nyeri berkurang dalam waktu 1 x 24 jam

Kriteria Hasil :

  1. Klien mengekspresikan penurunan nyeri/ ketidaknyamanan

  2. Klien tampak rileks, dapat tidur dan istirahat dengan tepat.

Intervensi:

  1. Beri informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut

  2. Bicarakan alasan individu mengalami peningkatan atau penurunan nyeri (misalnya: keletihan/meningkat atau adanya distraksi/menurun)

  3. Beri individu kesempatan untuk istirahat siang dan dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari.

  4. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi serta metode pereda nyeri lain.

  5. Ajarkan tindakan pereda nyeri non invasif

    1. Relaksasi

      1. Beri tahu teknik untuk menurunkan ketegangan otot       rangka yang dapat menurunkan intensitas nyeri.

      2. Tingkatkan relaksasi pijat punggung, masase, atau mandi air hangat.

      3. Ajarkan strategi relaksasi khusus (misal : bernapas perlahan, teratur, atau nafas dalam, kepalkan tinju,          menguap)

      4. Stimulasi kutan

Jelaskan manfaat terapeutik dari preparat mentol/pijat punggung

6.  Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian  analgesik.

  1. Pantau tanda-tanda vital klien

    1. Pantau intensitas nyeri klien



  1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan asupan oral, ketidaknyamanan mulut, mual akibat peningkatan kadar ß-hCG

Tujuan                   :  Nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 2x24 jam

Kriteria Hasil         :

- Klien menyatakan nafsu makannya meningkat

- Klien terlihat tidak lemah

- Porsi makan klien habis

Intervensi :

  1. Jelaskan alasan mengapa nafsu makan klien menurun akkibat kemoterapi

  2. Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat bagi proses penyembuhan penyakit

  3. Beri dorongan klien agar meningkatkan selera makannya

  4. Beri suasana makan yang rileks

  5. Tawarkan makanan porsi kecil tapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung

  6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penetapan asupan nutrisi klien

  7. Pantau kadar ß-hCG pasien secara berkala

  8. Pantau porsi makan yang dihabiskan klien



  1.   Ansietas b.d ancaman intregritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder akibat penyakit

Tujuan          : Klien menyatakan dapat menerima penyakitnya dengan baik

Kriteria Hasil:

1.  Klien terlihat tidak cemas akibat penyakitnya

2         Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.

Intervensi:

  1. Beri kenyamanan dan ketentraman hati.

  2. Singkirkan stimulasi yang berlebihan.

  3. Bila ansietas telah berkurang dan cukup untuk terjadi pemahaman, bantu klien mengenali ansietas untuk mulai memahami atau memecahkan masalah.

  4. Gali intervensi yang menurunkan ansietas

  5. Beri aktivitas yang dapat menurunkan tegangan.

  6. Pantau keadaan umum klien



  1.  Ketidakefektifan pola seksualitas b.d ketakutan terkaitan perdarahan per vaginam penyakitnya.

Tujuan             : Klien mengetahui kapan saja dia bisa melakukan hubungan seksual

Kriteria Hasil:

1         Pola seksualitas klien normal

2        Klien terlihat tidak cemas terhadap aktifitas seksualnya

3        Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.

Intervensi:

1         Identifikasi penyebab ketidakefektifan pola seksualitas

2        Kaji tingkat kecemasan klien

3        Jelaskan pada klien waktu untuk melakukan hubungan seksual sesuai kondisinya

4        Beri edukasi tentang keadaan klien apabila berhubungan seksual

5        Tekankan bahwa penyakitnya tidak mempunyai dampak yang serius pada fungsi seksualitasnyaPantau keadaan umum klien

Silahkan baca juga Mola Hidatidosa
Share this article :

1 komentar:

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger