meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan Sklerosis Lateral Amiotrofik ( SLA ) | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan Sklerosis Lateral Amiotrofik ( SLA )

Asuhan Keperawatan Sklerosis Lateral Amiotrofik ( SLA )

Written By Unknown on Selasa, 17 Juni 2014 | 16.30


2.2.1 Definisi

Penyakit  neuron motorik juga dikenal sebagai sklerosis amiotropik lateral.merupakan gangguan degenerative progresif dari korteks,batang otak, dan neuron motorik spinalis. (Lionel, 2007)

Sklerosis lateral amiotrofik (SLA) adalah penyakit degeneratif neuron motorik atas dan bawah  yang berkembang cepat yang menyebabkan paralisis yang hampir total. Hilangnya neuron motorik tidak mencakup saraf cranial III, IV, dan VI. Dengan demikian, beberapa gerakan wajah termasuk berkedip tetap dipertahankan. SLA juga dikenal sebagai penyakit Lou Gehrig dan biasanya terjadi pada dekade ke-IV atau ke V kehidupan. Penyakit ini biasanya bertambah fatal dalam 5 tahun, walaupun beberapa individu bisa hidup jauh lebih lama. Degenerasi neuron motorik terjadi tanpa inflamasi yang jelas. Walaupun myelin bukan merupakan tempat primer terjadinya degenerasi, hilangnya akson saraf menyebabkan hilangnya myelin dan terbentuknya jaringan parut. Penyebab SLA tidak diketahui walaupun diperkirakan infeksi virus, serta gangguan metabolic dan trauma. Selain itu ada SLA yang bersifat genetis yang mempengaruhi kemungkinan pasien dapat menderita SLA sebesar 10%. Bukti terbaru menunjukkan bahwa hubungan genetis dapat terjadi pada lebih banyak kasus. (Elizabeth, 2009)



2.2.2 Epidemiologi

Insidensi penyakit SLA 2 : 100.000 per tahun. Ada kecenderungan lebih besar pada laki-laki, dengan rasio 1.5 : 1 , dan kondisi ini lebih sering terjadi pada usia paruh baya dan usia lanjut, dengan gejala puncak terjadi pada usia sekitar 60 tahun. Sekitar 5-10% pasien mempunyai riwayat keluarga, yang menunjukkan adanya penurunan dominan autosomal, dengan onset usia yang lebih muda. Dengan kasus familiar, telah diidentifikasi adanya mutasi gen enzim superoksid dismutase. (Lionel, 2007)

2.2.3        Etiologi

Mekanisme degenerasi neuron motorik saat ini memberikan kontribusi pada pathogenesis penyakit ini:

  1. Eksotoksisitas toksin berinteraksi dengan reseptor glutamate dan menyebabkan kelebihan kalsium seluler.

  2. Radikal Bebas

Kerusakan neuron motorik akibat reaksi berantai yang diawali penangkapan electron oleh radikal bebas oksigen,superoksida dan peroksida.

Dua mekanisme diatas dapat terjadi secara bersamaan. Radikal bebas oksigen terbentuk sebagai respon terhadap peningkatan  kalsium intrasel, yang sebaliknya juga dapat diinduksi oleh eksitotoksin yang belum dikenal. (Lionel, 2007)

Menurut Maria (2010), pada SLA, sel saraf yang mengontrol pergerakan otot, mati secara perlahan, sehingga otot secara cepat melemah dan tidak dapat berfungsi lagi. Hanya satu dari sepuluh kasus yang diturunkan secara genetic, kasus yang lain muncul secara acak.

Peneliti mempelajari kemungkinan penyebab SLA termasuk:

  1. Radikal bebas. Pada SLA yang diturunkan secara genetic terjadi mutasi gen yang bertugas menghasilkan enzim anti oksidan, yang melindungi sel saraf dan radikal bebas.

  2. Glutamat. Glutamat adalah senyawa kimia di otak, dimana orang dengan SLA kadarnya lebih tinggi. Kadar yang tinggi diduga dapat merusak beberapa sel saraf.

  3. Respon autoimun. Kadang, system imun sseorang dapat menyerang sel normal di tubuhnya sendiri, hal inilah yang terjadi pada SLA.

Walaupun penyebab pasti SLA belum diketahui, terdapat beberapa factor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya SLA :

  1. Keturunan. 10% pasieen dengan SLA diturunkan dari orang tuanya.

  2. Usia. Biasanya gejala penyakit muncul pada usia 40-60 tahun.



2.2.4        Patofisiologi

Sklerosis Lateral Amiotrofik (SLA) dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, seperti eksotoksisitas toksin yang berinteraksi dengan reseptor glutamate dapat mengakibatkan kalsium dalam selular akan diproduksi dalam jumlah yang berlebihan dan jika terkena radikal bbas bisa membentuk radikal bebas oksigen, ini dapat mengakibatkan terjadinya mutasi genetic yang mengakibatkan produksi enzim anti oksidan terganggu sehingga sel saraf tidak terlindungi sehingga bisa menyebabkan kerusakan-kerusakan pada saraf cranial. Autoimun juga bisa menimbulkan penyakit ini, dikarenakan system imunnya menyerang sel-sel normal didalam tubuh, termasuk sel-sel saraf. Namun sampai sekarang, penyebab SLA juga masih belum begitu jelas, degenerasi tiba-tiba pada neuron motorik dapat menyebabkan akson saraf hilang, sehingga myelin juga ikut hilang dan bisa trbentuk jaringan parut pada sel saraf sehingga saraf menjadi terganggu.



2.2.5        Manifestasi klinis

Menurut Lionel (2007), gejala-gejala klinis yang tampak pada pasien dengan sklerosis lateral amiotropik antara lain :

  1. Umumnya pasien menunjukkan atrofi dan kelemahan otot ekstremitas atas lebih sering daripada ekstremitas bawah.

  2. Kram dan vasikulasi dapat mendahului gejala motorik lainnya.Tanda motorik biasanya asimetris.

  3. Tidak ada gejala sensorik dan tidak ada keterlibatan spingter yang menyebabkan kelemahan otot  pelvis dan abdomen dan  penurunan masukan cairan.

  4. Beberapa pasien dapat mengalami demensia tipe frontal.

  5. Sebagian pasien menunjukkan gejala disatria dan disphagia(varian palsi bulbar progresif).

  6. Terdapat tanda campuran palsi bulbar dan pseudo bulbar,seperti atrofi dan vasikula silida, akan tetapi reflek rahang meningkat.

  7. Pasien berisiko mengalami infeksi karena aspirasi dan kelemahan otot mekanisme yang terganggu.

Dianne&Joann (2000) membagi gejala-gejala yang terjadi pada pasien menjadi beberapa golongan :

  1. Gejala pada pasien dengan kehilangan neuron motoric pada kornu anterior medulla spinalis

    1. Kelemahan progresif dan atrofi otot-otot terjadi pada lengan, tungkai

b. Spastisitas biasanya juga terjadi, dan reflek regangan biasanya berlebihan dan sangat aktif

  1. Sfingter ani dan sfingter kandung kemih biasanya tidak terkena

  2. Gejala- Gejala pasien dengan kelemahan pada otot yang dipersarafi oleh saraf cranial (25% pasien berada pada tahap awal)

    1. Kesulitan berbicara, menelan, dan akhirnya mengalami kesulitan bernapas

b. Kelemahan langit-langit lunak oleh esophagus bagian atas menyebabkan regurgitasi cairan melalui hidung

  1. Kerusakan kemampuan untuk tertawa,batuk, dan bernapas

  2. Gejala pasien dengan kerusakan otot bulbar

    1. Kesulitan progresif berbicara, menelan, dan aspirasi

b. Suara dikeluarkan seperti bunyi hidung dan bicara menjadi tidak dapat dipahami labilitas emosional,tetapi fungsi intelektual tidak mengalami kerusakan

  1. Fungsi pernapasan akan mengalami kelemahan



2.2.6        Penatalaksanaan

  1. Lakukan  penyembuhan  pada gejala, dan beri dukungan emosional, psikologis dan fisik kepada pasien untuk meningkatkan kualitas hidup.

  2. Adapun obat-obat yang dapat dikonsumsi oleh klien dengan SLA antara lain:

    1. Neuroprotektor riluzole (Rilutek) bisa menyembuhkan gejala, memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita.

    2. Baclofen (Kemstro) atau diazepam (Valium) bisa diberikan untuk mengontrol spastisitas yang mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.

    3. Terapi Quinin dipertimbangkan untuk kram otot yang sangat nyeri.

    4. Tidak ada yang dapat mengembalikan kondisi semula dari SLA, terapi hanya dapat ditujukan untuk memperlambat perkembangan gejala dan membuat penderita lebih nyaman. Fisioterapi atau terapi fisik yang tepat (low impact) dapat mempertahankan kekuatan otot yang tersisa. Diperlukan bantuan tongkat dan kursi roda seiring dengan berjalannya pernyakit (terapi okupasi).

    5. Terapi bicara dibutuhkan karena SLA mempengaruhi otot yang dipergunakan untuk bicara, komunikasi dapat menjadi masalah seiring dengan perkembangan penyakit.

    6. konsultasi dengan psikiater untuk menghadapi masalah kejiwaan yang mungkin terjadi seiring dengan perubahan fisik penderita.



SLA tidak dapat dicegah dari perburukan penyakitnya, terapi obat dan terapi fisik yang dilakukan  hanya mampu memperlambat proses penyakitnya. Penderita SLA ada yang dapat bertahan sampai 10 tahun sejak gejala awal muncul.

2.2.7        Komplikasi

Dengan makin berjalannya pernyakit, penderita SLA mengalami satu atau lebih komplikasi berikut:

  1. Masalah Pernafasan

SLA melumpuhkan otot yang dipergunakan untuk bernafas. Terdapat beberapa alat yang dapat membantu klien bernafas dan hanya dipakai pada malam hari, seperti yang digunakan penderita ‘sleep apnea’. Pada taraf lanjut, beberapa penderita memilih untuk memakai respirator (alat bantu nafas) sepanjang waktu. Penyebab kematian utama penderita SLA adalah gagal nafas, biasanya 3 sampai 5 tahun dari mulainya gejala awal.

  1. Masalah Nutrisi

Saat otot yang mengatur untuk mengunyah terpengaruh, penderita SLA dapat menderita kekurangan gizi (malnutrisi) dan kekurangan cairan (dehidrasi). Klien juga mempunyai resiko tinggi terjadinya aspirasi makanan, atau masuknya makanan ke dalam paru-paru, sehingga menyebabkan radang paru-paru. Untuk meminimalkan resiko ini, dapat dipasang selang makanan dari mulut sampai ke lambung.

  1. Penderita SLA memiliki resiko lebih tinggi terjadinya demensia dan Alzheimer.

3.2.2  Diagnosa Keperawatan

  1. Ketidakefektifan pola nafas yang b.d  kelemahan otot pernafasan

  2. Risiko ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d disfagia/kesulitan menelan, sekunder akibat gangguan saraf kranial

  3. Hambatan komunikasi verbal b.d disartria, sekunder akibat ataksia otot bicara

  4. Perubahan mobilitas fisik b.d kelemahan dan kerusakan muskuler sekunder terhadap kerusakan neuromuscular.



3.2.3  Intervensi Keperawatan

  1. Diagnosa : Ketidakefektifan pola nafas b.d kelemahan otot pernafasan

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan klien kembali efektif

Kriteria hasil :

  1. Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal

  2. Bunyi nafas terdengar jelas

  3. Respirator terpasang dengan optimal
























IntervensiRasional
Kaji Kemampuan ventilasiUntuk klien dengan penurunan kapasitasventilasi, perawat mengkaji frekuensipernapasan, kedalaman, dna bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi paru-paru tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi),dengan interval yang sering dalammendeteksi masalah paru-paru, sebelum perubahan kadar gas darah arteri dansebelum tampak gejala klinik.
Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dankedalaman pernapasan, kita dapatmengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.
Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi dudukPenurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR)Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru


  1. Diagnosa : Risiko ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d disfagia/kesulitan menelan, sekunder akibat gangguan saraf kranial.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien tercukupi

Kriteria hasil :

  1. BB meningkat 1-2 kg selama perawatan

  2. Klien dan/atau keluarga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi klien secara mandiri
































IntervensiRasional
Jelaskan tentang perlunya konsumsi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan cairan yang adekuatNutrisi menyediakan sumber energy, membentuk jaringan, dan mengatur proses metabolic tubuh
Konsultasikan dengan ahli gizi untuk menetapkan kebutuhan kalori harian dan jenis makanan yang sesuai bagi klienKonsultasi dapat membantu menetapkan diet yang memenuhi asupan kalori dan nutrisi yang optimal
Anjurkan klien untuk istirahat sebelum makanKondisi yang lemah lambat laun menurunkan keinginan dan kemampuan klien untuk makan
Memotivasi klien untuk diet makanan yang tinggi karbohidrat tinggi proteinMenyediakan makanan tinggi karbohidrat tinggi protein membantu perbaikan sel myelin yang rusak
Rencanakan makanan yang lembut / bubur bagi klienMakanan yang lembut akan mudah dicerna oleh klien dengan kelemahan otot pengunyah
Dorong dan bantu klien untuk menjaga kebersihan mulut yang baikKebersihan mulut yang kurang menyebabkan bau dan rasa yang tidak sedap yang dapat mengurangi nafsu makan


  1. Diagnosa : Hambatan komunikasi verbal b.d disartria, sekunder akibat ataksia otot bicara.

Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan kemampuan dalam mengekspresikan diri.

Kriteria hasil :

  1. Klien mengungkapkan berkurangnya frustasi dalam berkomunikasi

  2. Klien menggunakan metode alternative sesuai indikasi

























IntervensiRasional
Identifikasi metode untuk menyampaikan kebutuhan dasarMemudahkan komunikasi antar perawat maupun keluarga dengan pasien.
Kurangi kebisingan lingkungan.





Janganlah mengubah pembicaraan dan pesan anda karena pemahaman klien tidak terganggu; bicara pada tingkat dewasa.

Dorong klien untuk membuat upaya nyata untuk melambatkan bicaranya dan mengeraskan suaranya (mis., tarik nafas dalam di antara kalimat).

Minta klien untuk mengulang kata yang tidak jelas; observasi isyarat nonverbal untuk membantu pemahaman.

Jika klien mengalami kelelahan, tanyakan pertanyaan yang memerlukan jawaban pendek.

Jika pembicaraan tidak dapat dipahami, ajarkan klien untuk menggunakan gerak tubuh, menulis pesan dan melakukan komunikasi dengan menggunakan kartu.
Meningkatkan kemampuan pemberi asuhan mendengarkan kata yang diucapkan.

Agar tidak membuat klien merasa kecewa dan tersinggung.





Agar pesan yang disampaikan dapat tersampaikan dengan jelas





Agar pesan yang disampaikan dapat tersampaikan dengan jelas





Agar tetap terjalin komunikasi efektif dengan klien



Agar pesan yang disampaikan dapat tersampaikan dengan jelas

Tingkatkan kontinuitas perawatan untuk mengurangi frustasi

Observasi tanda frustasi atau menarik diri

Tulis metode komunikasi yang digunakan

Catat tindakan tertentu yang mengganggu komunikasi
Untuk mencegah terjadinya frustasi lebih lanjut

Untuk mencegah terjadinya frustasi lebih lanjut

Agar komunikasi berlangsung lebih efektif

Untuk mengurangi masalah komunikasi
Lakukan pendidikan kesehatan dan rujukan, sesuai indikasi.

Ajarkan teknik komunikasi dan pendekatan repetetif pada orang terdekat klien.

Dorong keluarga untuk mengungkapkan perasaan mengenai masalah komunikasi.

Lakukan konsultasi dengan ahli patologis wicara di awal program pengobatan
Meningkatkan pengetahuan pasien



Mendorong kemampuan klien untuk berkomunikasi



Mengidentifikasi masalah komunikasi kluarga dengan klien



Agar pembicaraan terarah dan efektif



  1. Diagnosa : Perubahan mobilitas fisik b.d kelemahan dan kerusakan muskuler sekunder terhadap kerusakan neuromuscular.

Kriteria hasil :

  1. Klien dapat mempertahankan semua rentang gerak pada anggota gerak yang sakit.

  2. Fungsi motorik dapat dipertahankan.

  3. Klien dapat memperagakan penggunaan bantuan alat.












































IntervensiRasional
Kaji dan catat tingkat fungsi motoricMemudahkan untuk melakukan intervensi yang selanjutnya
Konsulkan pada ahli fisioterapi untuk menetapkan program latihan yang sesuaiDiharapkan dengan program latihan yang sesuai, klien tidak merasa terbebani, dan tidak mengalami kaku otot
Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif setiap 4 jam pada semua ekstremitasAgar otot-otot klien tidak mengalami kaku otot
Balikan setiap 2 jam sampai 4 jam bila pasien menjalani tirah baringMenghindari terjadinya dekubitus
Berikan dorongan untuk ambulasi sesuai toleransiMenghindari terjadinya dekubitus
Hindari latihan yang menegangkanAgar klien tidak merasa lelah
Berikan atau lakukan terapi fisik sesuai pesan : latihan masase dan pereganganMelancarkan peredaran darah klien
Pertahankan waktu istirahat yang telah direncanakanIstirahat yang cukup akan membantu proses perbaikan sel-sel tubuh dan melancarkan metabolism tubuh
Tes kekuatan muskuler dari semua ekstremitas setiap 4 jam dan jika perluMenghindari terjadinya kaku otot dan atrofi otot ekstremitas
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger