Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid, kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.
Pembentukan kelenjar tiroid pada janin
Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian bermigrasi ke inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang terjadi selama proses migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik. Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.
Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) mulai terdapat dalam neuron pada neonatus saat usia 4 minggu sedangkan Tiroid Stimulating Hormone (TSH) mulai dihasilkan oleh hipofisis pada usia 9 minggu, dan dapat dideteksi dalam sirkulasi pada usia 11 sampai 12 minggu. Kadar TSH dalam darah mulai meningkat pada usia 12 minggu sampai aterm. Pada usia 4 minggu, janin mulai mensintesis tiroglobulin. Aktivitas tiroid mulai tampak pada usia 8 minggu kehamilan. Pada usia kehamilan 8 sampai 10 minggu, janin dapat melakukan ambilan (trapping) iodium dan pada usia 12 minggu dapat memproduksi T4 yang secara bertahap kadarnya terus meningkat sampai mencapai usia 36 minggu. Produksi TRH oleh hipotalamus dan TSH oleh hipofisis terjadi dalam waktu yang berrsamaan, tetapi integrasi dan fungsi aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dengan mekanisme umpan baliknya belum terjadi sampai trimester kedua kehamilan.
Sebelum memasuki trimester kedua kehamilan, perkembangan normal janin sangat bergantung pada hormon tiroid ibu. Kira-kira sepertiga kadar T4 ibu dapat melewati plasenta dan masuk ke janin. Apabila ibu hamil mengalami kelainan tiroid atau mendapatkan pengobatan anti tiroid, misalnya penyakit Grave’s maka, obat anti tiroid juga melewati plasenta sehingga janin beresiko mengalami hipotiroid.
Sesudah bayi lahir terjadi kenaikan TSH mendadak yang menyebabkan peningkatan kadar T3 dan T4 yang kemudian secara perlahan-lahan menurun dalam 4 minggu pertama kehidupan bayi. Pada bayi prematur kadar T4 saat lahir rendah kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6 minggu. Semua tahap yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping, oksidasi, organifikasi, coupling dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.
2.2.2 Etiologi
Ada beberapa penyebab penyakit hipotiroid kongenital. Tergantung dari penyebabnya hipotiroid kongenital dapat bersifat permanen (pada sebagian besar kasus, > 90%), dapat pula bersifat sementara atau transient (pada sebagian kecil kasus, <20%).
Etiologi hipotiroid kongenital permanen :
- Kesalahan pada pembentukan kelenjar tiroid pada masa perkembangan janin, seperti kegagalan total atau partial dari perkembangan kelenjar tiroid dan tumbuhnya kelenjar tiroid pada tempat yang salah. Kesalahan pada pembentukan kelenjat tiroid ini adalah penyebab tersering (80-85 % kemungkinan terjadi ) namun kemungkinan berulang pada anak yang berikutnya sangat jarang dengan frekuensi 1 dari 4000 bayi lahir.
- Gangguan pada proses pembuatan hormon tiroid, walaupun pembentukan kelenjar tiroid normal. Gangguan ini menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya produksi hormon tiroid sehingga bayi menderita hipotiroid kongenital. Gangguan ini diturunkan dari orang tua kepada anaknya dengan kemungkinan pada setiap kehamilan berikutnya 1 dari 4 anaknya akan menderita gangguan proses pembuatan hormon tiroid.
- Gangguan pada otak yang mengatur produksi hormon tiroid. gangguan ini adalah penyebab hipotiroid kongenital yang paling jarang (<5%) dan bisa bersifat keturunan atau tidak.
Etiologi hipotiroid kongenital sementara :
- Ibu menggunakan obat-obatan yang menekan produksi hormon tiroid (khususnya ibu yang menderita hipertiroid) pada saat hamil sehingga janin terpapar dengan obat-obatan tersebut, atau jika ibu memproduksi antibodi tiroid selama hamil yang memblokir produksi hormon tiroid pada janin.
- Kadar yodium yang berlebihan selama masa kehamilan / menyusui akibat penggunaan obat-obatan yang mengandung yodium pada ibu yang tidak menderita kekurangan yodium. Walaupun yodium sangat penting dalam pembuatan hormon tiroid, kadar yang terlalu tinggi dalam tubuh bayi dapat menurunkan fungsi kelenjar tiroid sehingga produksi hormon terganggu.
2.2.3 Manifestasi Klinis
Gangguan pertumbuhan dan retardasi mental merupakan gejala yang tersering dan dan yang paling dirasakan. Namun selain itu terdapat pula gejala-gejala yang tampak secara fisik seperti : pembesaran kelenjar tiroid atau gondok, frekuensi buang air besar yang berkurang, suara serak, kulit dan rambut tampak kering, anak tampak pucat dan frekuensi denyut jantungnya lebih jarang dari anak normal. Namun seorang anak yang menderita hipotiroid kongenital tidak selalu memiliki semua gejala-gejala tersebut. Gejala dapat timbul segera setelah lahir atau setelah anak tersebut mengalami proses belajar, tergantung dari faktor penyebab dan beratnya penyakit.
Dicurigai adanya hipotiroid bila skor Apgar hipotiroid kongenital > 5; tetapi tidak adanya gejala atau tanda yang tampak, tidak menyingkirkan kemungkinan hipotiroid kongenital.
Tabel : Skor Apgar pada hipotiroid kongenital | |
Gejala klinis | Skore |
Hernia umbilicalis | 2 |
Kromosom Y tidak ada (wanita) | 1 |
Pucat, dingin, hipotermi | 1 |
Tipe wajah khas edematus | 2 |
Makroglosi | 1 |
Hipotoni | 1 |
Ikterus lebih dari 3 hari | 1 |
Kulit kasar, kering | 1 |
Fontanella posterior terbuka (>3cm) | 1 |
Konstipasi | 1 |
Berat badan lahir > 3,5 kg | 1 |
Kehamilan > 40 minggu | 1 |
Total | 15 |
2.2.4 Pemeriksaan diagnostik
- Pemeriksaan Laboratorium
TSH meningkat, T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum dapat normal, Kadar prolaktin serum meningkat, Kadar Tg serum biasanya rendah
- Pemeriksaan Radiologis
- Roentgenographi
1) Tidak ada distal femoral epiphysis
2) epifisis disgenesis
3) Deformitas (retak) dari vertebra thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2
4) Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar
5) Keterlambatan pada pembentukan dan erupsi gigi.
- Ultrasonographic
Rendahnya level TG serum menunjukkan agenesis dan peningkatan Tg serum ada pada kelenjar ektopik dan gondok,
- Elektrokardiogram
Fungsi ventrikel kiri jelek dan efusi perikardial.
2.2.5 Penatalaksanaan
Untuk hipotiroid kongenital yang sementara (transient) sebenarnya tidak diperlukan pengobatan karena fungsi dari kelenjar tiroid akan kembali normal setelah lahir dalam waktu yang bervariasi tergantung penyebabnya. Namun kadang diperlukan pengobatan untuk masa yang bervariasi karena kadang sulit diketahui apakah ini tergolong sementara atau permanen pada awal kelahiran.
Pada hipotiroid kongenital yang permanen yang merupakan penyebab tersering hipotiroid kongenital, kekurangan hormon tiroid tidak dapat dicegah namun gejala akibat kekurangan hormon tiroid dapat dicegah dengan pemberian pengganti atau suplemen hormon tiroid dalam bentuk tablet. Pemberian obat ini harus dimulai sedini mungkin (usia < 1 bulan) dan diberikan seumur hidup, terutama pada usia 0-3 tahun. Dengan pemberian hormon tiroid yang teratur dan terkontrol, anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal.
Deteksi dini
Penyakit hipotiroid kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang dilakukan dengan pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau minimal 36 jam atau 24 jam setelah kelahiran. Dengan diagnosis/skrining dan pemberian suplemen hormon tiroid sedini mungkin gangguan pertumbuhan dan retardasi mental dapat dicegah dan anak diharapkan akan tumbuh dan berkembang secara normal.
2.2.6 Prognosis
- Diagnosis awal dan pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama kehidupan memungkinkan pertumbuhan linier yang normal dan intelegensinya setingkat dengan saudara kandung yang tidak terkena.
- Tanpa pengobatan bayi yang terkena menjadi cebol dan defisiensi mental. Bila pengobatan dimulai pada usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda dengan IQ populasi kontrol.
- Tuli sensorineural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid kongenital.
3.2.5 Diagnosa Keperawatan
- Pola nafas tidak efektif b.d penekanan trachea akibat pembesaran kelenjar tiroid di leherIntoleransi aktivitas b.d penurunan ATP akibat penurunan metabolism.
- Intoleransi aktivitas b.d penurunan ATP akibat penurunan metabolism tubuh.
- Konstipasi b.d penurunan fungsi gastrointestinal akibat penurunan metabolisme tubuh.
- Gangguan citra tubuh b.d tidak efektifnya coping individu terhadap adanya pembesaran pada leher.
3.2.6 Intervensi Keperawatan
- Pola nafas tidak efektif b.d penekanan trachea akibat pembesaran kelenjar tiroid di leher
Tujuan : Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil : Dalam 3x 24 jam, pasien menunjukkan:
RR= 16-20x/ menit
Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau frekwensi pernafasan, kedalaman, dan kerja pernafasan | Untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan pada pasien | |
Waspadakan klien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi pada saat beristirahat | Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan penyempitan jalan nafas | |
Ajari klien latihan nafas dalam | Untuk menstabilkan pola nafas | |
Persiapkan operasi bila diperlukan. | Operasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi pasien |
- Intoleransi aktivitas b.d penurunan ATP akibat penurunan metabolisme tubuh
Tujuan : Menunjukkan tingkat energy yang adekuat untuk beraktivitas
Kriteria Hasil : Dalam 3x 24 jam, pasien menunjukkan:
Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan
Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji pola aktivitas yang lalu | Untuk membandingkan aktivitas sebelum sakit dan yang akan diharapkan setelah perawatan | |
Rencanakan perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan: Jadwalkan bantuan dengan orang lain. | Dengan merencanakan perawatan, perawat dengan klien dapat mempermudah suatu keberhasilan karena datangnya kemauan dari klien. | |
Seimbangkan antara waktu aktivitas dengan waktu istirahat. | Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan. | |
Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien. | Untuk menghemat penggunaan energi klien. |
- Konstipasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal akibat penurunan metabolisme tubuh
Tujuan : Menunjukkan kemampuan saluran gastrointestinal untuk mengeluarkan feses secara efektif
Kriteria Hasil : Dalam 3x 24 jam, pasien menunjukkan:
Motilitas usus 5-35 x/menit
Tidak ada distensi abdomen
Klien tidak mengejan saat defekasi
Struktur feses lunak
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
Dorong peningkatan asupan cairan dan makanan yang kaya akan serat | Melunakkan feses dan meningkatkan massa feses | |
Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan | Meningkatkan evakuasi feses | |
Tekankan penghindaran mengejan selama defekasi | Untuk mencegah perubahan TTV | |
Kolaborasi : untuk pemberian obat pencahar dan enema bila diperlukan | Untuk mengencerkan feses | |
Auskultasi peristaltic usus | Mengetahui tingkat keberhasilan intervensi |
- Gangguan citra tubuh berhubungan dengan tidak efektifnya coping individu terhadap adanya pembesaran pada leher
Tujuan : Menunjukkan peningkatan harga diri
Kriteria Hasil : Dalam 3x24 jam, pasien menunjukkan
Penerimaan diri secara verbal
Mengerti akan kekuatan diri
Melakukan perilaku yang dapat meningkatkan rasa percaya diri
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
| Pantau tingkat perubahan rentang harga diri rendah | Mengetahui kopping individu pasien |
2
| Pastikan tujuan tindakan yang kita lakukan adalah realistis | Meningkatkan hubungan saling percaya dengan pasien |
3
| Sampaikan hal-hal yang positif secara mutlak untuk klien, tingkatkan pemahaman tentang penerimaan anda pada pasien sebagai seorang individu yang berharga. | Meningkatkan harga diri pasien |
4
| Diskusikan masa depan klien, bantu klien dalam menetapkan tujuan-tujuan jangka pendek dan panjang. | Membantu klien menentukan masa depan yang diinginkan |
Mantapp guyzz..terimakasih
BalasHapusterimakasih guys
BalasHapusokee gan,.terima kasih kembali
BalasHapusvery good and interesting article content, besides that you can access related articles at the following url: https://news.unair.ac.id/2021/02/22/departemen-neurologi-fk-unair-divisi-unggulan-dan-rencana-besarnya/
BalasHapus