meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan Stroke atau CVA (cedera cerebrovaskular) | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan Stroke atau CVA (cedera cerebrovaskular)

Asuhan Keperawatan Stroke atau CVA (cedera cerebrovaskular)

Written By Unknown on Rabu, 17 Juli 2013 | 10.00

2.1 Pengertian

Stroke  atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).

Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa  pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.



2.2 Klasifikasi Stroke

Klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi :

  1. Stroke Hemoragik

Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarakhnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu :

  1. Perdarahan Intraserebri (PIS)

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan serebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebellum.

  1. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)

Perdarahan ini beradal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993). Pecahnya arteri dan kelurnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).

  1. Stroke Nonhemoragik

Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat menimbulkan edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :

1)      TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

2)      Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

3)      Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang.



2.3 Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu:

1.  Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

2.  Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.

3.   Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

4.  Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

3. Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

5. Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak.

6. Policitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak.

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh drah otak.

9. Perokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis.

10. kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.

Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:

1.   Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.

2.   Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.



2.4 Patofisiologi

a.  Stroke non hemoragik

Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.

Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombosis, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, trombus dapat berasal dari plak aterosklerosis, atau darah dapat membeku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan :

  1. Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan,

  2. Edema dan kongesti di sekitar area

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.

Karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.

b.   Stroke hemoragik

Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang arakhnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke-5 sampai dengan ke-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai minggu ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang arakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lainnya).

Otak dapat berfungsi bila kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma akan turun sampai 70% akan terjadi gejala disfungsi serebri. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilataasi pembuluh darah otak.



2.5 Tanda dan Gejala

 Perbedaan antara Stroke Nonhemoragik dengan Stroke Hemoragik























































































































Gejala (Anamnesa)


Stroke Nonhemoragik


Stroke Hemoragik

Awitan (onset)Sub-akut kurangSangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi awitan)MendadakSaat aktivitas
PeringatanBangun pagi/istirahat-
Nyeri kepala+ 50% TIA+++
Kejang+/-+
Muntah-+
Kesadaran menurun-

Kadang sedikit
+++
Koma.kesadaran menurun+/-+++
Kaku kuduk-++
Tanda kernig-+
Edema pupil-+
Perdarahan retina-+
BradikardiaHari ke-4Sejak awal
Penyakit lainTanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada kelainan katub, fibrilasi, bising karotisHampir selalu hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD)
Pemeriksaan darah pada LP-+
Rontgen+Kemungkinan pergeseran glandula pineal
AngiografiOklusi, stenosisAneurisma, AVM, massa intrahemister.vasospasme
CT scanDensitas berkurang (lesi hipodensi)Massa intrakranial densitas bertambah (lesi hiperdensi)
OftalmoskopFenomena silang

Silver wire art
Perdarahan retina atau korpus vitreum
Lumbal fungsi

  • Tekanan

  • Warna

  • Eritrosit



Normal

Jernih

< 250/mm3


Meningkat

Merah

>1000/mm3
ArteriografiOklusiAda pergeseran
EEGDi tengahBergeser dari bagian tengah



Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak yang terkena.

  1. Pengaruh terhadap status mental

· Tidak sadar : 30% – 40%

· Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar

  1. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

· Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

· Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

· Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

  1. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

· hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)

· inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena

  1. Daerah arteri serebri posterior

· Nyeri spontan pada kepala

· Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

  1. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

· Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

· Hemiplegia alternans atau tetraplegia

· Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:

  1. Stroke hemisfer kanan

· Hemiparese sebelah kiri tubuh

· Penilaian buruk

· Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan

2.   Stroke hemisfer kiri

· mengalami hemiparese kanan

· perilaku lambat dan sangat berhati-hati

· kelainan bidang pandang sebelah kanan

· disfagia global

· afasia

· mudah frustasi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

Gambaran perbedaan perdarahan Intraserebral dan Subarachnoid















Gejala


PIS


PSA

· Timbulnya

· Nyeri Kepala

· Kejang

· Kesadaran

·Tanda rangsangan meningen

· Hemiparese

· Ganguan saraf otak

Dalam 1 jam

Hebat

Umum

Menurun

+ (tidak ada)

++

+


1-2 menit

Sangat hebat

Sering fokal

Menurun

Sementara

+++

+ (tak ada)



2.6 Prognosis

Banyak penderita yang mengalami kesembuhan dan kembali menjalankan fungsi normalnya. Penderita lainnya mengalami kelumpuhan fisik dan menatal dan tidak mampu bergerak, berbicara atau makan secara normal. Sekitar 50% penderita yang mengalami kelumpuhan separuh badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Mereka bisa berfikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas.

Sekitar 20% penderita meninggal di rumah sakit. Yang berbahaya adalah stroke yang disertai dengan penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan atau gangguan fungsi jantung. Kelainan neurologis yang menetap setelah 6 bulan cenderung akan terus menetap, meskipun beberapa mengalami perbaikan.



2.7 Penatalaksanaan Medis

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

  1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil

  2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan

  3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil

  4. Bed rest

  5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia

  6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

  7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi

  8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik

  9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat meningkatkan TIK

  10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT

  11. Penatalaksanaan spesifik berupa:

· Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat hemoragik

· Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, menurunkan TIK yang tinggi , tindakan pembedahan yang bertujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :

  1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher;

  2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA;

  3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut;

  4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:

1.   Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.

2.   Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.

3.   Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.



2.8 Rehabilitasi

Rehabilitasi intensif bisa membantu penderita untuk belajar mengatasi kelumpuhan/kecacatan karena kelainan fungsi sebagian jaringan otak. Bagian otak lainnya kadang bisa menggantikan fungsi yang sebelumnya dijalankan oleh bagian otak yang mengalami kerusakan.

Rehabilitasi segera dimulai setelah tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan penderita stabil. Dilakukan latihan untuk mempertahankan kekuatan otot, mencegah kontraksi otot dan luka karena penekanan (akibat berbaring terlalu lama) dan latihan berjalan serta berbicara.



2.9 Komplikasi

Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan :

  1. Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan tromboflebitis;

  2. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh;

  3. Dalam hal kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala

  4. Hidrosefalus

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah:

1.   Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

2.   Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

3.   Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.



2.10 Pemeriksaan Diagnostik

       Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penyakit stroke adalah:

1.   Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.

2.   CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.

3.   Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau serangan iskemia otak  sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

4.   MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.

5.   Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.

6.   EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

7.   Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral.



3.2  Diagnosa Keperawatan

       Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi  (Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif, merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan pada klien dengan Stroke (Doenges dkk, 1999) meliputi :

a.  Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:

1)  Interupsi aliran darah

2)  Gangguan oklusif, hemoragi

3)  Vasospasme serebral

4)  Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:

1)  Kerusakan neuromuskuler

2)  Kelemahan, parestesia

3)  Paralisis spastis

4)  Kerusakan perseptual/ kognitif

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan

1)  Kerusakan sirkulasi serebral

2)  Kerusakan neuromuskuler

3)  Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial

4)  Kelemahan/ kelelahan

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:

1)  Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)

2)  Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh ansietas)

e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:

1)   Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot

2)   Kerusakan perseptual/ kognitif

3)   Nyeri/ ketidaknyamanan

4)   Depresi

f. Gangguan harga diri berhubungan dengan:

1)   Perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif

g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan:

1)   Kerusakan neuromuskuler/ perceptual

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan:

1)   Kurang pemajanan

2)   Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat

3)   Tidak mengenal sumber-sumber informasi



3.3 Perencanaan

       Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan Stroke ( Doenges dkk, 1999) adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa keperawatan pertama: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhuungan dengan penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya refleks batuk)

1) Tujuan : Pasien mampu mempertahankan jalan nafas yang paten

2) Kriteria hasil :   Bunyi nafas vesikuler, RR normal, Tidak ada tanda-tanda sianosis dan pucat, Tidak ada sputum

3) Intevensi :

a)  Auskultasi bunyi nafas

Rasional : Mengetahui adanya sumbatan nafas.

b)  Berikan posisi semi fowler sesuai dengan kebutuhan (tidak bertentangan dgn masalah keperawatan lain)

Rasional : Posisi yang sesuai untuk respirasi yang optimum

c)  Lakukan penghisapan sekret dan pasang orofaringeal tube jika kesadaran menurun

Rasional : membebaskan saluran nafas dari sekret

d)  Bila sudah memungkinkan lakukan fisioterapi dada dan latihan nafas dalam

Rasional : membantu menggelontorkan secret agar mudah dikeluarkan

e)  Kolaborasi:

- Pemberian oksigen

- Laboratorium: Analisa gas darah, darah lengkap dll

- Pemberian obat sesuai kebutuhan

Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam darah.

b. Diagnosa keperawatan kedua : perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oedema serebral.

1)  Tujuan : kesadaran penuh, tidak gelisah

2)  Kriteria hasil :   tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

3)  Intervensi :

a)   Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow

Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.

b)  Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.

Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan.

c)   Pertahankan keadaan tirah baring.

Rasional: aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).

d)  Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi anatomis (netral).

Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.

e)   Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)

Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan..

c. Diagnosa keperawatan ketiga : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan.

1) Tujuan : dapat melakukan aktivitas secara minimum

2) Kriteria hasil: mempertahankan posisi yang optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena, mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.

3) Intervensi :

a)   Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

Rasional:  mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan

b)  Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)

Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia jaringan.

c)   Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas

Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.

d)  Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.

Rasional:   dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.

e)   Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.

Rasional:   program khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

d. Diagnosa keperawatan keempat : kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

1)   Tujuan : dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.

2)   Kriteria hasil : Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat dan keluarga

3)   Intervensi :

a) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi

Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan indikator dari derajat gangguan serebral

b) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana

Rasional:  melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik

c) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut

Rasional:  Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik

d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa isyarat)

Rasional:  bahasa isyarat dapat membantu untuk menyampaikan isi pesan yang dimaksud

e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.

Rasional:  untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan terapi.

e. Diagnosa keperawatan kelima :  perubahan sensori persepsi berhubungan dengan stress psikologis.

1) Tujuan : tidak ada perubahan perubahan persepsi.

2) Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi perseptual,  mengakui perubahan dalam kemampuan.

3) Intervensi :

a)  Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.

Rasional:  penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap keseimbangan.

b)  Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh

Rasional:   adanya agnosia (kehilangan pemahaman  terhadap pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)

c)  Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien suatu benda untuk menyentuh dan meraba.

Rasional:   membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.

d)  Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh tertentu.

Rasional:   penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.

e)      Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan kalimat yang pendek.

Rasional:    pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.

  1. Diagnosa keperawatan keenam: kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot

1)     Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien  terpenuhi

2)     Kriteria hasil :  klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan personal hygiene secara minimal

3)     Intervensi;

a)   Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.

Rasional:   Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan keluarga membantu dalam perawatan diri

b)  Bantu klien dalam personal hygiene.

Rasional:   Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa nyaman pada klien

c)  Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian klien setiap hari

Rasional:  Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat rapi

d)  Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene

Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program peningkatan aktivitas klien

e)  Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi

Rasional:   memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan

  1. Diagnosa keperawatan ketujuh : gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.

1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri

2) Kriteria hasil : mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.

3) Intervensi;

a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya.

Rasional:   penentuan faktor-faktor secara individu membantu dalam mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.

b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.

Rasional:   membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol atas salah satu bagian kehidupan.

c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.

Rasional:   mengisyaratkan kemampuan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam kehidupan selanjutnya.

d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.

Rasional:  membangun kembali rasa kemandirian dan menerima kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.

e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai kebutuhan.

Rasional:  dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang produktif.

  1. Diagnosa keperawatan kedelapan : kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi, kurang mengingat

1)  Tujuan; klien mengerti dan paham tentang penyakitnya

2)  Kriteria hasil : berpartisipasi dalam proses belajar

3)  Intervensi;

a)  Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien

Rasional: untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien

b)   Berikan informasi terhadap pencegahan, faktor penyebab, serta perawatan.

Rasional: untuk mendorong kepatuhan terhadap program teraupetik dan meningkatkan pengetahuan keluarga klien

c)  Beri kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menanyakan hal- hal yang belum jelas.

Rasional: memberi kesempatan kepada orang tua dalam perawatan anaknya

d)   Beri feed back/ umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga atau klien.

Rasional:    mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien atau keluarga

e)   Sarankan pasien menurunkan/ membatasi stimulasi lingkungan terutama selama kegiatan berfikir

Rasional:    stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berfikir.
Share this article :

3 komentar:

  1. Makasih infonya
    www.healthymegazine.com

    BalasHapus
  2. Terima kasih untuk informasinya, sungguh sangat bermanfaat sekali,
    info untuk Obat Stroke, Obat Penyakit Stroke, Obat Stroke, Obat Alternatif penyakit Stroke

    BalasHapus
  3. ramuan tradisional untuk obat asam urat adalah obat yang banyak dicari oleh wanita, dan pria yang berumur di atas 30 tahun, karena banyak yang terkena penyakit asam urat. bahkan sekarang di bawah umur 30 tahun sudah terkena asam urat akut. jika penyakit sudah parah akan mengakibatkan persendian tidak bisa bergerak. tetapi anda tidak usah khawatir, karena sekarang sudah muncul obat untuk asam urat herbal tradisional berkhasiat tinggi. obat asam urat yang alami ampuh dari dulu tradisional ini adalah salah satu obat herbal asam urat dan kolesterol menahun tradisional berkhasiat tinggi, dan obat asam urat herbal tradisional terbaik alami ampuh dari dulu. tidak hanya bisa dijadikan untuk obat asam urat dan testimoni penderita asam urat, tetapi bisa juga mengobati kolesterol tinggi.
    jika anda mencari obat untuk mengobati asam urat dan kolesterol tinggi, disini tempatnya menjual cari obat untuk mengobati asam urat paling ampuh. sedikit bahasan tentang jual herbal obat untuk penyakit asam urat, obat untuk mengobati asam urat tanpa zat kimia ini adalah obat untuk penyakit asam urat terbaik tanpa zat kimia. jika anda sudah bosan dengan obat kimia, jangan khawatir karena ini adalah obat tradisional untuk penyakit asam urat akut tanpa zat kimia. produk kami menjual obat asam urat kualitas terjamin terbaik. banyak yang sudah menggunakan info tentang obat untuk penyakit asam urat dan memberikan testimoni yang positif.

    BalasHapus

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger