meta charset='utf-8'/> Asuhan Keprawatan Mola Hidatidosa | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keprawatan Mola Hidatidosa

Asuhan Keprawatan Mola Hidatidosa

Written By Unknown on Jumat, 19 Juli 2013 | 05.44


A. Pengertian

Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238)

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265). Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)


Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325). Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)



B.  Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :

  1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.

  2. Imunoselektif dari tropoblast, yaitu dengan kematian fetus, pembuluh darah pada stroma villi menjadi jarang dan stroma villi menjadi sembab dan akhirnya terjadi hyperplasia sel-sel trofoblast.

  3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.

  4. Paritas tinggi, Ibu multipara cenderung beresiko terjado kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat di identifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris ( pergonal ).

  5. Kekurangan protein, Protein adalah zat untuk membangun jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, rahim dan buah dada ibu, keperluaan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan akan lahir lebih kecil dari normal.

  6. f.       Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas, infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit. Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh. (Mochtar, Rustam ,1998 : 238)

C.  Patofisiologis

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

  1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi korealis diubah menjadi masa gelembung-gelembung bening yang besarnya berbeda-beda. Masa tersebut dapat tumbuh membesar sampai mengisi uterus yang sama besarnya dengan kehamilan normal lanjut.

  2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

  1. Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

  2. Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.

  3. Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tidak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson, 2000 : 467)

Menurut Sarwono, 1994, patofisiologis dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan di dalam jaringan masenkim villi.



D.  Manifestasi Klinis

Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa adalah :

  1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan.

  2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.

  3. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

  4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.

  5. Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
    (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266)

E. Komplikasi

  1. Perdarahan yang hebat sampai syok

  2. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemi

  3.  Infeksi sekunder

  4.  Perforasi karena tindakan atau keganasan



F.  Tes Diagnosis

  1. Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin

  2. Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)

  3. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 bulan

  4. Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin

  5. Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara

  6. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
    (Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)

G.      Penatalaksanaan Medis

Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah

  1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis

  2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan :
    Evaluasi klinik dengan fokus pada :
    -     Riwayat haid terakhir dan kehamilan

-         Perdarahan tidak teratur atau spotting

-         Pembesaran abnormal uterus

-         Pelunakan serviks dan korpus uteri

-         Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin

-         Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis.

  1. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera

  2. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)

  3. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.

Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu :

  1. Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).

  2. Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai.

  3. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi
    Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu
    Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.

H.  Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, antara lain :

  1. Kekurangan volumen cairan b.d perdarahan per vaginam.

  2. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut b.d perdarahan, proses penjalaran penyakit.

  3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan asupan oral, ketidaknyamanan mulut, mual sekunder akibat peningkatan kadar ß-hCG.

  4. Ansietas b.d ancaman intregritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder akibat penyakit.

  5. Ketidakefektifan pola seksualitas b.d ketakutan terkaitan perdarahan per vaginam penyakitnya.

I.  Intervensi Keperawatan

  1. Kekurangan volume cairan b.d perdarahan per vaginam.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.

Kriteria Hasil :

  1. Perdarahan tidak ada

Intervensi:

  1. Monitor tanda-tanda vital klien dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 22 – 24 x/menit, suhu 36-37° C).

  2. Mengawasi turgor kulit rasionalnya juga untuk memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi.

  3. Monitor intake dan output rasionalnya kita dapat mengetahui dengan segera cairan yang masuk dan keluar baik lewat peroral maupun parental.

  4. Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit

  5. Pantau cairan IV

  6. Kolaborasi dokter untuk pemberian therapy rasionalnya adalah untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan lebih lanjut sehingga sesegera mungkin diberikan therapy.



  1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d perdarahan, proses penjalaran penyakit

Tujuan       : Nyeri berkurang dalam waktu 1 x 24 jam

Kriteria Hasil :

  1. Klien mengekspresikan penurunan nyeri/ ketidaknyamanan

  2. Klien tampak rileks, dapat tidur dan istirahat dengan tepat.

Intervensi:

  1. Beri informasi yang akurat untuk mengurangi rasa takut

  2. Bicarakan alasan individu mengalami peningkatan atau penurunan nyeri (misalnya: keletihan/meningkat atau adanya distraksi/menurun)

  3. Beri individu kesempatan untuk istirahat siang dan dengan waktu tidur yang tidak terganggu pada malam hari.

  4. Bicarakan dengan individu dan keluarga penggunaan terapi distraksi serta metode pereda nyeri lain.

  5. Ajarkan tindakan pereda nyeri non invasif

    1. Relaksasi

1)     Beri tahu teknik untuk menurunkan ketegangan otot        rangka yang dapat menurunkan intensitas nyeri.

2)     Tingkatkan relaksasi pijat punggung, masase, atau mandi air hangat.

3)     Ajarkan strategi relaksasi khusus (misal : bernapas            perlahan, teratur, atau nafas dalam, kepalkan tinju,             menguap)

  1. Stimulasi kutan

Jelaskan manfaat terapeutik dari preparat mentol/pijat           punggung

  1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian  analgesik.

  2. Pantau tanda-tanda vital klien

  3. Pantau intensitas nyeri klien



  1.  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan asupan oral, ketidaknyamanan mulut, mual akibat peningkatan kadar ß-hCG

Tujuan                   :  Nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 2x24 jam

Kriteria Hasil         :

- Klien menyatakan nafsu makannya meningkat

- Klien terlihat tidak lemah

- Porsi makan klien habis

Intervensi :

  1. Jelaskan alasan mengapa nafsu makan klien menurun akkibat kemoterapi

  2. Jelaskan pentingnya nutrisi adekuat bagi proses penyembuhan penyakit

  3. Beri dorongan klien agar meningkatkan selera makannya

  4. Beri suasana makan yang rileks

  5. Tawarkan makanan porsi kecil tapi sering untuk mengurangi perasaan tegang pada lambung

  6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penetapan asupan nutrisi klien

  7. Pantau kadar ß-hCG pasien secara berkala

  8. Pantau porsi makan yang dihabiskan klien



  1.   Ansietas b.d ancaman intregritas biologis aktual atau yang dirasa sekunder akibat penyakit

Tujuan          : Klien menyatakan dapat menerima penyakitnya dengan baik

Kriteria Hasil:

a)       Klien terlihat tidak cemas akibat penyakitnya

b)       Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.

Intervensi:

  1. Beri kenyamanan dan ketentraman hati.

  2. Singkirkan stimulasi yang berlebihan.

  3. Bila ansietas telah berkurang dan cukup untuk terjadi pemahaman, bantu klien mengenali ansietas untuk mulai memahami atau memecahkan masalah.

  4. Gali intervensi yang menurunkan ansietas

  5. Beri aktivitas yang dapat menurunkan tegangan.

  6. Pantau keadaan umum klien



4. Ketidakefektifan pola seksualitas b.d ketakutan terkaitan perdarahan per vaginam penyakitnya.

Tujuan             : Klien mengetahui kapan saja dia bisa melakukan hubungan seksual

Kriteria Hasil:

c)                  Pola seksualitas klien normal

d)                 Klien terlihat tidak cemas terhadap aktifitas seksualnya

e)                  Klien mampu menggunakan mekanisme koping yang efektif.

Intervensi:

  1. Identifikasi penyebab ketidakefektifan pola seksualitas

  2. Kaji tingkat kecemasan klien

  3. Jelaskan pada klien waktu untuk melakukan hubungan seksual sesuai kondisinya

  4. Beri edukasi tentang keadaan klien apabila berhubungan seksual

  5. Tekankan bahwa penyakitnya tidak mempunyai dampak yang serius pada fungsi seksualitasnya

  6. Pantau keadaan umum klien
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger