meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan Addison | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan Addison

Asuhan Keperawatan Addison

Written By Unknown on Rabu, 24 Juli 2013 | 09.52

2.2 Definisi


Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar adrenal (Black,1997) Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik, hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup. Penyakit ini juga dapat terjadi pada anak-anak. Nama penyakit ini dinamai dari Dr Thomas Addison, dokter Britania Raya yang pertama kali mendeskripsikan penyakit ini tahun 1855.

Bentuk primer dari penyakit ini disebabkan oleh atrofi/ destruksi (kerusakan) jaringan adrenal (misalnya respon autoimun, TB, infark hemoragik, tumor ganas) atau tindakan pembedahan. (Doenges, 1993)

Bentuk sekunder adalah gangguan pada kelenjar hipofisis yang menyebabkan penurunan sekresi/ kadar ACTH, tetapi biasanya sekresi aldosteron normal. (Doenges, 1993)

2.3 Etiologi

Etiologi dari penyakit Addison bentuk primer :

  • infeksi kronis, terutama infeksi-infeksi jamur

  • sel-se kanker yang menyebar dari bagian-bagian lain tubuh ke kelenjar-kelenjar adrenal

  • amyloidosis

  • pengangkatan kelenjar-kelenjar adrenal secara operasi

Etiologi dari penyakit Addison bentuk sekunder :

  • tumor-tumor atau infeksi-infeksi dari area

  • kehilangan aliran darah ke pituitary

  • radiasi untuk perawatan tumor-tumor pituitary

  • operasi pengangkatan bagian-bagian dari hypothalamus

  • operasi pengangkatan kelenjar pituitary

Penyebab lain dari ketidakcukupan adrenal sekunder adalah operasi pengangkatan dari tumor-tumor yang jinak atau yang tidak bersifat kanker dari kelenjar pituitary yang memproduksi ACTH (Penyakit Cushing). Pada kasus ini, sumber dari ACTH secara tiba-tiba diangkat, dan hormon pengganti harus dikonsumsi hingga produksi ACTH dan cortisol yang normal pulih kembali.

Pada satu waktu, kebanyakan kasus penyakit addison adalah merupakan komplikasi dari TBC. Saat ini, 70% dianggap idiopatik. Sejak satu setengah hingga dua per tiga klien dengan Addison idiopatik memiliki sirkulasi antibody yang bereaksi secara spesifik menyerang  jaringan adrenal, kondisi ini mungkin merupakan suatu dasar autoimun. Sebagai tambahannya, beberapa kasus penyakit Addison disebabkan oleh neoplasma, amyloidosis, atau infeksi jamur sistemik.

Insufisiensi adrenal primer itu jarang. Insiden dan prevalen di USA tidak diketahui. Penyakit ini mengenai orang dengan segala macam tingkat usia dan menyerang baik laki-laki maupun perempuan.

Insufisiensi adrenal primer disebabkan oleh hipofungsi kelenjar adrenal. 75% penyakit Addison primer terjadi sebagai proses autoimun. Insufisiensi adrenal umumnya terlihat pada orang dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). 20% penyakit Addison dikarenakan oleh TBC. Metastasisnya dari paru, payudara, saluran GI, melanoma, atau lymphoma.

Insufisiensi adrenal sekunder adalah hipofungsi dari unit pituitary-hipotalamus. Umumnya kebanyakan menyebabkan perawatan kronik dengan menggunakan glukokortikoid untuk yang kasus nonendokrin. Penyebab lain termasuk adrenalectomy bilateral, hipopituitari menghasilakan penurunan sekresi ACTH oleh kelenjar pituitary, tumor pituitary atau infark, dan radiasi.

2.4 Patofisiologi

Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level mineralokortikoid (aldosteron), glukokortikoid (cortisol), dan androgen.

Penurunan aldosteron menyebabkan kebanyakan cairan dan ketidakseimbangan elektrolit. Secara normal, aldosteron mendorong penyerapan Sodium (Na+) dan mengeluarkan potassium (K+). Penurunan aldosteron menyebabkan peningkatan ekskresi sodium, sehingga hasil dari rantai dari peristiwa tersebut antara lain: ekskresi air meningkat, volume ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi, penurunan kardiak output, dan jantung menjadi mengecil sebagai hasil berkurangnya beban kerja. Akhirnya, hipotensi menjadi memberat dan aktivitas kardiovaskular melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan kematian. Meskipun tubuh mengeluarkan sodium berlebih, ini mempertahankan kelebihan potassium. Level potassium lebih dari 7 mEq/L hasil pada aritmia, memungkinkan terjadinya kardiak arrest.

Penurunan glukokortikoid menyebabkan meluasnya gangguan metabolic. Ingat bahwa glukokortikoid memicu glukoneogenesis dan memiliki efek anti-insulin. Sehingga, ketika glukokortikoid menurun, glukoneogenesis menurun, sehingga hasilnya hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Klien menjadi lemah, lelah, anorexia, penurunan BB, mual, dan muntah. Gangguan emosional dapat terjadi, mulai dari gejala neurosis ringan hingga depresi berat. Di samping itu, penurunan glukokortikoid mengurangi resistensi terhadap stress. Pembedahan, kehamilan, luka, infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis berlebih dapat menyebabkan krisi Addison (insufisiensi adrenal akut). Akhirnya, penurunan kortisol menghasilkan kegagalan unruk menghambat sekresi ACTH dari pituitary anterior.

MSH menstimulasi melanosit epidermal, yang menghasilkan melanin, pigmen warna gelap. Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan pigmentasi kulit dan membrane mukosa. Sehingga klien dengan penyakit Addison memiliki peningkatan level ACTH dan warna keperakan atau kecokelatan pun muncul.

Defisiensi androgen gagal untuk menghasilkan beberapa macam gejala pada laki-laki karena testes menyuplai adekuat jumlah hormone seksual. Namun, pada perempuan tergantung pada korteks adrenal untuk mensekresi androgen secara adekuat.

Hormone-hormon tersebut disekresi oleh korteks adrenal yang penting bagi kehidupan. Orang dengan penyakit Addison yang tidak diobati akan berakhir fatal.

LENGKAPNYA KLIK DISINI

2.5 Manifestasi Klinis

Penyakit Addison ditandai oleh kelemahan otot, anoreksia, gejala gastrointestinal, keluhan mudah lelah, emasiasi ( tubuh kurus kering ); Pigmentasi pada kulit, bulu-bulu jari, lutut, siku serta membran mukosa, hipotensi, kadar glukosa darah dan natrium serum rendah,  dan kadar kalium serum yang tinggi. Pada kasus yang berat, gangguan metabolisme natrium dan kalium yang dapat ditandai oleh penurunan natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat. Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut akibat dari hipokortikoisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh sianosis, panas dan tanda-tanda syok, pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernafasan cepat serta tekanan darah rendah. Di samping itu, pasien dapat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan aktivitas jasmani ynag sedikit berlebihan, terpajan udara dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam.( Keperawatan Medikal Bedah II, edisi 8, 2001 )

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis dari penyakit Addison tergantung terutama pada tes darah dan urin. Tes diagnostic fungsi adrenalkortikal meliputi:

  1. Uji ACTH: meningkat secara mencolok (primer) atau menurun (sekunder). Tes skrining ini paling akurat untuk penyakit Addison. Prosedurnya sebagai berikut:  batas dasar plasma cortisol ditarik (waktu ‘0’). Kortisol plasma merespon ACTH secara intravena, 45 menit kemudian sampel darah diambil. Konsentrasi kortisol seharusnya lebih besar dari pada 20 µg/dl.

  2. Plasma ACTH: jika gagal menggunakan tes skrining, plasma ACTH dengan akurat akan mengkategorisasikan dengan insufisiensi adrenal primer (tinggi), atau sekunder (normal atau rendah).

  3. Serum elektrolit: serum sodium biasanya menurun, sementara potassium dan kalsium biasanya meningkat. Walau pun demikian, natrium dan kalium yang abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya aldosteron dan kekurangan kortisol.

  4. ADH meningkat, aldosteron menurun, kortisol plasma menurun dengan tanpa respons pada pemberian ACTH secara IM (primer) atau secara IV.

  5. Glukosa: hipoglikemia

  6. Ureum/ kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi ginjal).

  7. Analisa gas darah: asidosis metabolic

  8. Sel darah merah (eritrosit): normositik, anemia normokromik (mungkin tidak nyata/ terselubung dengan penurunan volume cairan) dan hematokrit (Ht) meningkat (karena hemokonsentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.

  9. Urine (24 jam): 17- ketosteroid, 17-hidroksikortikoid, dan 17-ketogenik steroid menurun. Kadar kortisol bebas menurun. Kegagalan dalam pencapaian atau peningkatan kadar steroid urin setelah pemeriksaan dengan pemberian ACTH merupakan indikasi dari penyakit Addison primer (atrofi kelenjar adrenal yang permanen), walaupun peningkatan kadar ACTH memberikan kesan penyebab supresi hormone sekunder. Natrium urin meningkat.

  10. Sinar X: jantung kecil, kalsifikasi kelenjar adrenal, atau TB (paru, ginjal) mungkin akan ditemukan.

  11. CT Scan: Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal.

  12. Gambaran EKG: Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik.

LENGKAPNYA KLIK DISINI

2.7 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan secara medik

1. Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 - 50 mg/hr

2. Hidrokortison (solu - cortef) disuntikan secara IV

3. Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol

4. Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline

5. Fludrukortison : 0,05 - 0,1 mg/hr diberikan per oral

b. Penatalaksanaan secara keperawatan

1. Monitoring ketat TTV klien ketika penyakitnya telah terdiagnosa. Check nadi, paling tidak setiap 4 jam. Laporkan penurunan tekanan darah dan perubahan ortostatik.

2. Ketika terjadi rehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit terdeteksi, kaji manifestasi dari meningkatnya vitalitas fisik dan emosionalnya. Kaji pada lokasi di mana terdapat penekanan pada tulang, pada klien yang imobilisasi, untuk mencegah dekubitus. Dengan berbagai macam terapi, maka kelesuan dan kelemahan seharusnya berangsur-angsur berkurang dan akhirnya menghilang.

3. Monitoring untuk pajanan suhu dingin dan infeksi. Segera laporkan pada dokter jika manifestasi dari infeksi berkembang, misalnya sakit tenggorokan atau rasa terbakar saat berkemih. Ingat, klien dengan penyakit Addison tidak dapat mentolerir stress. Infeksi akan menambahi beban stress pada tubuh, butuh lebih tinggi pada level kortisol selama infeksi terjadi.

4. Kaji manifestasi dari ketidakseimbangan sodium dan potassium. Berat badan harian mengindikasikan pengukuran obyektif dari bertambahnya BB, atau bahkan menurunnya BB. Jika terapi penggantian steroid tidak adekuat, kehilangan sodium dan retensi potassium dikoreksi terus. Jika dosis steroid terlalu tinggi, kelebihan jumlah sodium dan air dipertahankan, dan ekskresi potassium yang tinggi.

2.8 Komplikasi

a. Syok, (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)

b. Kolaps sirkulasi

c. Dehidrasi

d. Hiperkalemiae

e. Sepsis

f. Ca. Paru

g. Diabetes Mellitus



2.9 Prognosis

Dengan diberikan intervensi yang sesuai, prognosis saat ini ialah sangat baik.

3.3 Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hipoglikemia.

c. Intoleransi aktivitas b/d malaise, keletihan

d. Gangguan harga diri b/d hiperpigmentasi pada kulit dan membrane mukosa

e. Nyeri akut b/d spasme otot abdomen

f. Perubahan proses pikir b/d glukosa otak menurun.

g. Kurangnya pengetahuan b/d cara pengobatan dengan steroid

3.4 Intervensi dan Rasional

a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output.

Tujuan   : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan perawatan 1X24 jam.

KH        : -pengeluaran urin normal 1cc/kgBB/jam

-          TTV normal (N: 80-100x/menit, S: 36,5-370C,  TD:110-120/70-80 mmHg)

-          Turgor kulit elastic

-          Rasa haus hilang

-          CRT <2”

-          Membran mukosa lembab

-           Warna kulit tidak pucat

-           BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H

-           Hasil lab:

-          Ht : W = 37 – 47 %

-          L = 42 – 52 %

-          Ureum = 15 – 40 mg/dl

-          Natrium = 135 – 145 mEq/L

-          Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L

-          Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl












Intervensi


Rasional



  1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi perifer.


  1. Ukur dan timbang BB klien


  1. Berikan perawatan mulut secara teratur.


  1. Kolaborasi: Cairan NaCl 0,9 %


  1. Kolaborasi: Berikan obat sesuai dosis.

a) Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam, Mineral kartikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr peroral.

  1. Kolaborasi: beri dextros.



  1. Hipotensi postural merupakan bagian dari hipovolemia akibat kekurangan hormone aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol.

  2. Memberikan pengganti volume cairan dan keefektifan pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium yang berhubungan dengan pengobatan steroid.

  3. Membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan kerusakan membrane mukosa

  4. mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 - 6 liter, dengan pemberian cairan NaCl 0,9 % melalui IV 500 - 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi.


  1. Dosis hidrokortisol yang tinggi  mengakibatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan elektrolit.


  1. Dapat menghilangkan hipovolemia


b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hipoglikemia..

Tujuan   : kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan intervensi selama 1X24 jam.

KH        : - Mempertahankan berat badan stabil, bebas dari tanda malnutrisi.












Intervensi


Rasional



  1. Kaji riwayat nutrisi


  1. Timbang BB setiap hari


  1. Diskusikan makanan yang disukai oleh pasien dan masukan dalam diet murni.


  1. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.


  1. Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan, misalnya bebas dari bau tidak sedap,

  2. Kolaborasi: Rujuk ke ahli gizi.



  1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.

  2. Anorexia, mual, muntah, kehilangan pengaturan metabolisme oleh kortisol terhadap makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya malnutrisi.

  3. Dapat maningkatkan masukan, meningkatkan rasa partisipasi.


  1. Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.


  1. Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.


  1. Dapat maningkatkan masukan, meningkatkan rasa partisipasi.


c. Intoleransi aktivitas b/d malaise dan  keletihan

Tujuan   : Klien kembali dapat melakukan aktivitas dengan baik.

KH        : Klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri












Intervensi


Rasional



  1. Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktifitas yang dapat dilakukan oleh klien.


  1. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditolerir.

  2. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.

  3. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.

  4. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktifitas

  5. Diskusikan dengan klien cara penghematan tenaga, misalnya duduk lebih baik dari pada berdiri.



  1. a.  Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, terus memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium kalium.

    1. Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.

    2. Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.

      1. Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien.


  1. Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.


  1. Klien akan dapat melakukan aktivitas lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan.


d. Gangguan harga diri b/d hiperpigmentasi pada kulit dan membrane mukosa, penurunan BB

Tujuan   : Klien dapat menerima situasi dirinya.

KH        : Klien mengungkapkan perasaan dan metode koping untuk persepsi negatif tentang perubahan penampilan, dan menyatakan penerimaan pada situasi diri.












Intervensi


Rasional



  1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan.

  2. Diskusikan arti perubahan pada pasien.


  1. Anjurkan orang terdekat memperlakukan pasien secara normal dan bukan sebagai orang cacat.


  1. Sarankan klien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang.

  2. Kolaborasi: Rujuk ke perawatan kesehatan. Contoh: kelompok pendukung.



  1. Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi.

  2. Beberapa pasien memandang situasi sebagai tantangan, beberapa sulit menerima perubahan hidup/penampilan peran dan kehilangan kemampuan control tubuh sendiri.

  3. Menyampaikan harapan bahwa pasien mampu untuk mangatur situasi dan membantu untuk mempertahankan perasaan harga diri dan tujuan hidup.

  4. Klien lebih terdorong untuk tetap optimis dalam menjalani perawatan dan pengobatannya.


  1. Memberikan bantuan tambahan untuk manajemen jangka panjang dari perubahan pola hidup.


e. Nyeri akut b/d spasme otot abdomen

Tujuan   : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda munculnya nyeri setelah dilakukan intervensi 1X24 jam.

KH        : - Klien menyatakan nyeri berkurang

-          TTV dalam batas normal (N: 80-100x/menit, S: 36,5-370C,  TD:110-120/70-80 mmHg, RR: 20-24X/menit)

-          Klien tidak menyeringai karena nyeri.












Intervensi


Rasional



  1. Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit.

  2. Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas (skala 0-10), dan lamanya.

  3. Anjurkan klien untuk menggunakan teknik-teknik relaksasi.



  1. Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.

  2. Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan efektifitas terapi.

  3. Membantu untu memfokuskan kembali perhatian dan membantu klien untuk mengatasi nyeri/ rasa tidak nyaman secara lebih efektif.


f. Perubahan proses pikir b/d glukosa otak menurun.

Tujuan   :  dalam 3x24 jam neurosis, depresi, dan disorientasi berkurang.

KH        : Klien mampu mempertahankan tingkat orientasi realita sehari-hari, mengenali perubahan pada pemikiran dan tingkah laku.












Intervensi


Rasional



  1. Evaluasi tingkat stress individu dan hadapi dengan tepat


  1. Panggil pasien dengan namanya.


  1. Catat perubahan siklik dalam mental/tingkah laku. Ikutsertakan dalam latihan rutin dan program aktivitas.


  1. Dukung keikutsertaan pasien dalam perawatan diri sendiri.

  2. Tingkat stress mungkin dapat meningkat dengan pesat karena perubahan yang baru, sedang atau telah terjadi.

  3. Untuk menolong mempertahankan orientasi.

  4. Penelitian menunjukkan bahwa penarikan diri dan pasien yang tidak aktif memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami kebingungan.

  5. Pilihan merupakan komponen yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.


g. Kurangnya pengetahuan b/d cara pengobatan dengan steroid

Tujuan   : Klien dapat menjelaskan mengenai penyakitnya

KH        : - Klien dapat mengungkapkan pemahaman terhadap penyakit dan pengobatannya

-          Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala penyakit

-          Dapat mengidentifikasi keadaan yang membuat stress

-          Berpartisipasi dalam program pengobatan












Intervensi


Rasional



  1. Tinjau ulang keadaan penyakit dan harapan masa depan.

  2. Anjurkan klien untuk mempertahankan jadwal yang teratur dalam makan, tidur, dan latihan.

  3. Jelaskan alasan pemberian kortikosteroid dan efeknya.


  1. Tinjau ulang tentang terapi hormone pengganti dan perlunya memahamijadwal pengobatan yang tepat.

  2. Membatasi/ mengendalikan sumber stress.

  3. Tekankan pentingnya menghindari sumber infeksi


  1. Diskusikan pentingnya evaluasi ulang mengenai pengobatan secara teratur.



  1. Memberikan pengetahuan pada klien berdasarkan informasi.

  2. Aktivitas fisik yang tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormone.

  3. Meningkatkan penerimaan terhadap obat dan memberikan kesempatan untuk mengenali perubahan secara dini. Serta mencegah munculnya masalah di masa datang.

  4. Membantu pasien memahami situasi pengobatan sehingga dapat meningkatkan kerja sama dalam terapi/ pengobatan.

  5. Stress dapat meningkatkan kebutuhan hormone.

  6. Resiko terjadinya infeksi dapat memungkinkan berkembangnya penyakit dan mengancam kehidupan klien.

  7. Untuk memudahkan pengendalian terhadap kondisi kronis dan pencegahan terhadap komplikasi.

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger