meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan Hiperparatiroid | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan Hiperparatiroid

Asuhan Keperawatan Hiperparatiroid

Written By Unknown on Sabtu, 20 Juli 2013 | 11.00


2.2.1 Definisi

Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa memperdulikan kadar kalsium. Dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat. Jika jumlah hormon paratiroid yang disekresi lebih banyak daripada yang dibutuhkan maka ini kita sebut hiperparatiroidisme primer. Jika jumlah yang disekresi lebih banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut hiperparatiroidisme sekunder.

            2.2.2    Klasifikasi

1. Primary hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer)

a. Definisi

Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi.

b. Patologi

Adapun patologi hiperparatiroid primer adalah:

1. Hiperplasia paratiroid, adenoma atau karsinoma.

2. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat.

3. Perubahan pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan kalsifikasi kornea.

c. Gambaran klinis dan Pendirian diagnosis

Hiperparatiroidisme primer ditandai dengan peningkatan kadar hormon hiperparatiroid serum, peningkatan kalsium serum dan penurunan fosfat serum. Pada tahap awal, pasien asimtomatik, derajat peningkatan kadar kalsium serum biasanya tidak besar, yaitu antara 11-12 mg/dl (normal, 9-11 mg/dl). Pada beberapa pasien kalsium serum berada didalam kisaran normal tinggal. Namun, bila kadar kalsium serum dan PTH diperhatikan bersamaan, kadar PTH tampaknya meningkat secara kurang proporsial. Pada beberapa pasien karsinoma paratiroid, kadar kalsium serum bisa sangat tinggi (15-20mg/dl). Salah satu kelemahan diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total. Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi paratiroid pasien gagal ginjal.

Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid. Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resiko fraktura. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal.

d. Tes laboratorium

Sebaiknya dilakukan pengukuran jumlah kadar kalsium dan albumin atau kadar ion kasium. Hiperkalsemia sebaiknya ditandai dengan lebih dari satu penyebab sebelum didirikan diagnosis. Uji coba kadar hormon paratiroid adalah inti penegakan diagnosis. Peningkatan kadar hormon paratiroid disertai dengan peningkatan kadar ion kalsium adalah diagnosis hiperparatiroidisme primer. Pengukuran kalsium dalam urin sangat diperlukan. Peningkatan kadar kalsium dengan jelas mengindikasikan pengobatan dengan cara operasi.

e. Penyembuhan

Operasi pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah penyembuhan utama untuk 95% penderita hiperparatiroidisme. Apabila operasi tidak memungkinkan atau tidak diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar kalsium:

a. Memaksakan cairan

b. Pembatasan memakan kalsium

c. Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan larutan  garam normal, pemberiaqn Lasix, atau Edrecin.

d. Pemberian obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat.

e. Obati hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau mithramycin)

f. Operasi paratiroidektomi

g. Obati penyakit ginjal yang mendasarinya.

2. Secondary hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder)

a. Definisi

Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5)

Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Clivge R. Taylor, 2005, 780)

Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.

b. Etiologi

Pada keadaan gagal ginjal, ada banyak factor yang merangsang produksi hormon paratiroid berlebih. Salah satu faktornya termasuk hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan meningkatkan produksi hormon paratiroid.

c. Patofisiologi

Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulang yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul secara langsung.

d. Gambaran klinis

Hiperparatiroidisme sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar kalsium serum yang normal atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum rendah. Perubahan tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan pada hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum tinggi dan dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang disebabkan oleh hiperkalsemia.

e. Tes laboratorium

Semua pasien yang menderita gagal ginjal sebaiknya kadar kalsium, fosfor, dan level hormon paratiroidnya dimonitor secara reguler. Pasien hiperparatiroidisme biasanya mempunyai kadar kalsium yang dibawah normal dan peningkatan kadar hormon paratiroid.

f. Penyembuhan

Tidak seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan hiperparatiroidisme sekunder.Pasien yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol, suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif rentan terhadap hormon paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi. Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.

3. Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier)

a. Definisi

Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.

b. Etiologi

Penyebabnya masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik pengatur mekanisme kalsium pada level hiperkalsemik.

c. Patofisiologi

Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal. Kelenjar hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus mengeluarkan hormon paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam level normal atau bahkan berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi autonomi dan menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar phosfat sering naik.

d. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi hiperparatiroidisme yang kebal setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme sekunder akut.

e. Pengobatan

Pengobatan penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara pengangkatan total kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar paratiroid.

2.2.3 Faktor Pencetus

Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathiroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya menghambat reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium yaitu di ginjal, tulang dan usus.

2.2.4 Patofisiologis

Sekitar 6-10 % kasus berawal dari adenoma pada lobus inferior kelenjar paratiroid. Adenoma paratiroid bisa terdapat di thymus, tiroid, pericardium, esophagus bagian belakang. Adenoma biasa beratnya 0,5-5 gram tapi bisa juga beratnya 10-20 gram. Chief cells sering dominan pada hiperplasia atau adenoma. Adenoma kadang-kadang encapsulated berbentuk lingkaran dengan jaringan sekitar. Dengan hiperplasia chief cell, pembesaran bisa asimetrik yang terlihat sangat nyata. Karsinoma paratiroid biasanya karakternya tidak agresif. Daya hidup jangka panjang tanpa rekurens jika operasi yang dilakukan dalam mengangkat kelenjar tanpa menimbulkan rupture dari kapsul. Karsinoma paratiroid yang rekuren biasanya tumbuhnya lambat dengan penyebarannya ke leher, dan operasi untuk koreksi ulang mungkin dapat dilakukan. Karsinoma paratiroid akan lebih agresif jika ada metastasis (ke paru, hepar, dan tulang) ditemukan pada saat permulaan operasi. Jika kadar kalsium antara 3,5-3,7 mmol / L (14-15 mg / dL) merupakan tanda awal adanya karsinoma dan tindakan yang harus dilakukan adalah mengangkat kelenjar yang abnormal dengan perhatian akan rupturnya capsul.

Pada hiperparatiroidisme, kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan dengan hiperkalsemia. Resorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH. Dalam non hiperparatiroid hiperkalsemia, tidak ada kompensasi ginjal dan traktus intestinal pada kalsium yang normal. Mekanisme ini tidak berlaku pada saat peningkatan PTH bersamaan dengan hiperkalsemia. Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang dapat menimbulkan penurunan kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis).

Vitamin D memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ. Kadar vitamin D dalam tubuh dapat berkurang pada keadaan hiperparatiroid, yang mungkin mengurangi kadar kalsium dalam sirkulasi. Metabolisme vitamin D dapat menjadi gangguan pada gagal ginjal kronik, yang menghambat absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal. Penipisan kadar kalsium yang progressive dari tulang oleh PTH dan penurunan absorpsi gastrointestinal dari usus mengarah ke osteomalasia dan osteitis fibrosa cystica tahap lanjut ( sangat jarang dijumpai sekarang). Peranan fosfat serum juga sangt penting. Reabsorpsi tubular ginjal untuk fosfat berkurang karena PTH, awal untuk hiperfosfaturia dan penurunan kadar fosfat serum. Hipofosfatemia sebenarnya dapat memperburuk hiperkalsemia dengan meningkatkan sekresi bentuk aktif vitamin D di ginjal.

2.2.4 Manifestasi Klinis

Kebanyakan pasien dengan hiperparatiroidisme adalah asimtomatik. Manifestasi utama dari hiperparatiroidisme terutama pada ginjal dan tulang. Kelainan pada ginjal terutama akibat deposit kalsium pada parenkim ginjalatau nefrolitiasis yang rekuren. Dengan deteksi dini, komplikasi ke ginjal dapat berkurang pada ± 20 % pasien. Batu ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Pada kebanyakan pasien episode berulang dari nefrolitiasis atau pembesaran kalikuli ginjal dapat mengawali obstruksi traktus urinarius, infeksi, gagal fungsi ginjal. Nefrolitiasis juga menyebabkan penurunan fungsi ginjal dan retensi fosfat.

Manifestasi ke tulang dari hiperparatiroidisme adalah osteitis fibrosa cystica. Osteitis fibrosa cystica sangat jarang terjadi pada hiperparatiroidisme primer. Secara histologis, gambran patognomonik adalah peningkatan giant multinukleal osteoklas pada lakuna Howship dan penggantian sel normal dan sumsum tulang dengan jaringan fibrotik. Pada pasien disertai dengan gejala disfungsi sistem saraf pusat, nervis dan otot perifer, traktus gastrointestinal, dan sendi. Manifestasi dari neuromuscular termasuk tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), mudah lelah, dan atrofi otot yang mungkin menyolok adalah tanda kelainan neuromuscular primer.

Manifestasi pada traktus gastrointestinal kadang-kadang ringan dan termasuk kelainan abdominal yang agak susah didiagnosis, kelainan lambung dan pancreas. Pada MEN 1 pasien dengan hiperparatiroidisme ulkus duodenum mungkin akibat dari tumor pancreas yang meningkatkan jumlah gastrin Khondrokalcinosis dan pseudogout frekuensinya kurang pada hiperparatiroidisme yang di skrining dari beberapa pasien. Efek dari hiperkalsemia adalah sebagai berikut:

a. Sistem saraf pusat :Perubahan mental, penurunan daya ingat, emosional tidak stabil, depresi, gangguan tidur, koma.

b. Neuromuscular    :Tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), rasa sakit pada sendi dan otot akibat penimbunan kalsium, pruritus, dan pergerakan tangan yang abnormal pada saat tidur.

c. Gastrointestinal   :Ulkus peptikum, pankreatitis, nausea, vomiting, reflux, dan kehilangan   nafsu makan.

d. Kardiovaskular       :Hipertensi.

e. Mata                        :Konjunctivitis, keratopathy.

f. Kulit                        :Pruritus.

2.2.5  Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium:

a. Kalsium serum meninggi

b. Fosfat serum rendah

c. Fosfatase alkali meninggi

d. Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah

Foto Rontgen:

a. Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi

b. Cystic-cystic dalam tulang

c. Trabeculae di tulang

PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah

2.2.6. Penatalaksanaan

a. Kausal: Tindakan bedah, ekstirpasi tumor.

b. Simptomatis: Hiperkalsemia ringan (12 mgr % atau 3 mmol / L) dan Hidrasi dengan infus

c. Sodium chloride per os

d. Dosis-dosis kecil diuretika (furosemide) Hiperkalsemia berat (> 15 mgr % atau 3,75 mmol / L):

e. Koreksi (rehidrasi) cepat per infus

f. Forced diuresis dengan furosemide

g. Plicamycin (mitramcin) 25 ug / kg BB sebagai bolus atau infus perlahn-lahan (1-2 kali seminggu)

h. Fosfat secara intravena (kalau ada indikasi)

i. Dialysis peritoneal, kalau ada insufisiensi ginjal.

2.2.7  Komplikasi

Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa kematian.

Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.

2.2.8 Pencegahan Komplikasi

a. Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.

b. Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuatn dan memperlambat pengraphan tulang.

c. Penuhi kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU). Setelah berusisa lebih dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU perhari.

d. Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.

e. Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.

2.2.9 Prognosis

Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan pasien berhasil. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid mempunyai kira-kira 10% resiko kumatnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan fungsi yang berlebihan atau hilangya kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien yang telah menjalani operasi tetap mengalami hiperparatiroidisme, jika jaringan telah dicangkkok, adakalanya pencagkokan dapat membalikkan hipoparatiroidisme.

3.3 Diagnosa Keperwatan

1.  Nyeri akut berhubungan dengan kalsifikasi tulang

2.  Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terganggunya fungsi gastrointestinal

3.  Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan terbentuknya batu ginjal

3.4 Intervensi Keperwatan

1.  Diagnosis 1      :Nyeri berhubungan dengan  kalsifikasi tulang

Tujuan             :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri dapat berkurang/ hilang

Kriteria Hasil   :

1        Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,mampu menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri,mencari bantuan )

2        Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan  manajemen nyeri

3        Mampu  mengenal nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

4        Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang












Intervensi


Rasional

Mandiri1        Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi: lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas /beratnya nyeri, dan faktor-faktor predisposisi.

2        Observasi isyarat–isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidak-mampuan untuk berkomunikasi secara efektif.

3        Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri

4        Anjurkan penggunaan tekhnik non farmakologi (ex:relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi,aplikasi panas-dingin,masase, dll)

Kolaborasi

1        Berikan anelgetik untuk mengurangi nyeri

Mandiri1        Pengkajian secara komprehensif dapat mengenali karakteristik, lokasi nyeri sehingga dapat membantu menentukana cara menanganan yangg tepat selanjutnya

2        Mengobservasi isytarat-isyarat non verval pada klien dapat mempermudah perawat berkomunikasi dengan klien

3        Komunikasi terapeutik dapat membuat klien merasa lebih nyaman sehingga klien dapat mengekspresikan nyerinya pada perawat

4        Teknik non farmakologi dapat melatih klien untuk mengurahi rasa nyerinya sendiri

Kolaborasi

1        Obat analgetik dapat mengurangi nyeri yang dirasakan klien

2.    Diagnosis 2      : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan terganggunya fungsi gastrointestinal

Tujuan             : Meningkatkan asupan nutrisi adekuat

Kriteria hasil    :

  1. Berat badan klien normal atau meningkat

  2. Klien dapat menghabiskan makanan sesuai yang telah dijadwalkan oleh ahli gizi dan dokter













Intervensi


Rasional

1        Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien2        Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi )

3        Monitor jumlah nutrisi dan kandungan nutrisi

4        Observasi kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

1        Perlu adanya konsultasi untuk menyamakan persepsi mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi2        Untuk menanggulangi masalah gangguan fungsi  gastrointestinal, sehingga pikanerlu asupan nutrisi yang memperhatikan tekstur dan kaya serat.

3        Mengetahui porsi nutrisi adekuat pada klien

4        Mengetahui efektifitas pola asupan nutrisi sebelumnya penatalaksanaan lebih lanjut

3.    Diagnosis 3      : Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan terbentuknya batu ginjal

Tujuan             : Meningkatkan pola eliminasi urin

Kriteria hasil    :

  1. Haluaran urin normal

  2. Pengeluaran urin teratur













Intervensi


Rasional

1        Pertahankan catatan intake dan output yang akurat2        Monitor tanda-tanda vital

3        Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian

4        Kolaborasi pemberian cairan / makanan

5        Monitor status hidrasi ( kelembaban membrane, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ) jika diperlukan.

6        Kolaborasi tindakan pembedahan

1        Agar tercapai keseimbangan cairan tubuh, dengan memperhatikan kemampuan ginjal yang belum bekerja optimal2        Untuk mengetahui kondisi hemodinamik kien

3        Mengetahui asupan dan haluaran cairan normal klien

4        Mengetahui tingkat perkembangan nutrisi klien dengan menghindari atau membatasi asupan kalsium

5        Sebagai kontrol hemodinamik klien

6        Tindakan penaggulangan medis adanya batu ginjal, untuk memperbaiki pola eliminasi.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger