meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan hipoparatiroid | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan hipoparatiroid

Asuhan Keperawatan hipoparatiroid

Written By Unknown on Sabtu, 20 Juli 2013 | 07.00


2.3 Definisi

a. Hipoparatiroid adalah defisiensi kelenjar paratiroid dengan tetani sebagai gejala utama (Haznam).

b. Hipoparatiroid adalah hipofungsi kelenjar paratiroid sehingga tidak dapat mensekresi hormon paratiroid dalam jumlah yang cukup. (Guyton).

c. Hipoparatiroidisme adalah kondisi dimana tubuh tidak membuat cukup hormon paratiroid atau parathyroid hormone (PTH).

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipoparatiroid hipofungsi dari kelenjar paratiroid sehingga hormon paratiroid tidak dapat disekresi dalam jumlah yang cukup, dengan gejala utamanya yaitu tetani.

Hipoparatiroid terjadi akibat hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfor; serum kalsium menurun (bisa sampai 5 mg %), serum fosfor meninggi (9,5-12,5 mg%). Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering disebabkan oleh kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital).

2.4 Etiologi

Penyebab spesifik dari penyakit hipoparatiroid belum dapat diketahui secara pasti. Adapun etiologi yang dapat ditemukan pada penyakit hipoparatiroid, antara lain :

1)      Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:

  • Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi

  • Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat congenital atau didapat (acquired)

2)      Hipomagnesemia

3)      Sekresi hormone paratiroid yang tidak aktif

4)      Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah luka pada kelenjar-kelenjar paratiroid, seperti selama operasi kepala dan leher.

Pada kasus-kasus lain, hipoparatiroidisme hadir waktu kelahiran atau mungkin berhubungan dengan penyakit autoimun yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar paratiroid bersama dengan kelenjar-kelenjar lain dalam tubuh, seperti kelenjar-kelenjar tiroid, ovari, atau adrenal.

Hipoparatiroidisme adalah sangat jarang. Ini berbeda dari hiperparatiroidisme, kondisi yang jauh lebih umum dimana tubuh membuat terlalu banyak PTH.



2.5 Patofisiologis

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5 - 12,5 mgr%).

Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.

Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.



2.6 Manifestasi Klinis

Gejala-gejala utama adalah reaksi-reaksi neuromuscular yang berlebihan yang disebabkan oleh kalsium serum yang sangat rendah. Keluhan-keluhan dari penderita (70 %) adalah tetani atau tetanic aequivalent. Tetani menjadi manifestasi sebagai spasmus corpopedal dimana tangan berada dalam keadaan fleksi sedangkan ibu jari dalam adduksi dan jari-jari lain dalam keadaan ekstensi. Juga sering didapatkan articulatio cubitti dalam keadaan fleksi dan tungkai bawah dan kaki dalam keadaan ekstensi. Dalam tetanic aequivalent:

1)        Konvulsi-konvulsi yang tonis atau klonis

2)        Stridor laryngeal (spasme ) yang bisa menyebabkan kematian

3)        Parestesia

4)        Hipestesia

5)        Disfagia dan disartria

6)        Kelumpuhan otot-otot

7)        Aritmia jantung

8)        Gangguan pernapasan

9)        Epilepsi

10)    Gangguan emosi seperti mudah tersinggung, emosi tidak stabil

11)    Gangguan ingatan dan perasaan kacau

12)    Perubahan kulit rambut, kuku gigi, dan lensa mata

13)    Kulit kering dan bersisik

14)    Rambut alis dan bulu mata yang bercak-bercak atau hilang

15)    Kuku tipis dan rapuh

16)    Erupsi gigi terlambat dan tampak hipoplastik

Pada pemeriksaan kita bisa menemukan beberapa refleks patologis:

  1. Erb’s sign: Dengan stimulasi listrik kurang dari 5 milli-ampere sudah ada kontraksi dari otot (normal pada 6 milli-ampere)

  2. Chvostek’s sign: Ketokan ringan pada nervus fasialis (didepan telinga tempat keluarnya dari foramen sylomastoideus) menyebabkan kontraksi dari otot-otot muka.


  1. Trousseau’s sign: Jika sirkulasi darah dilengan ditutup dengan manset (lebih dari tekanan sistolik) maka dalam tiga menit tangan mengambil posisi sebagai pada spasme carpopedal.

  2. Peroneal sign: Dengan mengetok bagian lateral fibula di bawah kepalanya akan terjadi dorsofleksi dan adduksi dari kaki

Pada ± 40 % dari penderita-penderita kita mencurigai adanya hipoparatiroidisme karena ada kejang-kejang epileptik. Sering pula terdapat keadaan psikis yang berubah, diantaranya psikosis. Kadang-kadang terdapat pula perubahan-perubahan trofik pada ektoderm:

  1. Rambut : tumbuhnya bisa jarang dan lekas putih.

  2. Kulit : kering dan permukaan kasar, mungkin terdapat pula vesikula dan bulla.

  3. Kuku : tipis dan kadang-kadang ada deformitas.

Pada anak-anak badan tumbuh kurang sempurna, tumbuhnya gigi-gigi tidak baik dan keadaan mental bisa tidak sempurna. Juga agak sering terdapat katarak pada hipoparatiroidisme.



2.7 Klasifikasi

Hipoparatiroid dapat berupa hipoparatiroid neonatal, simpel idiopatik hipoparatiroid, dan hipoparatiroid pascabedah.

2.7.1     Hipoparatiroid neonatal

Hipoparatiroid neonatal dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sedang menderita hiperparatiroid. Aktivitas paratiroid fetus sewaktu dalam uterus ditekan oleh maternal hiperkalsemia.

2.7.2     Simpel idiopatik hipoparatiroid

Gangguan ini dapat ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa. Terjadinya sebagai akibat pengaruh autoimun yang ada hubungannya dengan antibodi terhadap paratiroid, ovarium, jaringan lambung dan adrenal. Timbulnya gangguan ini dapat disebabkan karena menderita hipoadrenalisme, hipotiroidisme, diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kegagalan ovarium primer, hepatitis, alopesia dan kandidiasis.

2.7.3     Hipoparatiroid pascabedah

Kelainan ini terjadi sebagai akibat operasi kelenjar tiroid, atau paratiroid atau sesudah operasi radikal karsinoma faring atau esofagus. Kerusakan yang terjadi sewaktu operasi tiroid, biasanya sebagai akibat putusnya aliran darah untuk kelenjar paratiroidisme karena pengikatan arteri tiroid inferior. Hipoparatiroid yang terjadi bersifat sementara atau permanen. Karena itu kadar kalsium serum harus diperiksa sesudah melakukan operasi-operasi tersebut, tiga bulan kemudian dan sewaktu-waktu bila ada kelainan klinis walaupun tak khas yang menjurus pada diagnosis hipoparatiroid.



2.8      Pemeriksaan Diagnostik

  1. Elektrokardiografi : ditemukan interval QT yang lebih panjang.

  2. Foto Rontgen : sering terlihat klasifikasi bilateral pada ganglion basalis di tengkorak, kadang-kadang juga serebellum dan pleksus koroid, densitas tulang normal/bertambah.

  3. Laboratorium : Kadar kalsium serum rendah, kadar fosfor anorganik tinggi, fosfatase alkali normal atau rendah.



2.9      Penatalaksanaan Medis

  1. Hipoparatiroid akut

Serangan tetani akut paling baik pengobatannya adalah dengan pemberian intravena 10-20 ml larutan kalsium glukonat 10% (atau chloretem calcium) atau dalam infus. Di samping kalsium intravena, disuntikkan pula parathormon (100-200 U) dan vitamin D 100.000 U per oral.

  1. Hipoparatiroid menahun

Tujuan pengobatan yang dilakukan untuk hipoparatiroid menahun ialah untuk meninggikan kadar kalsium dan menurunkan fosfat dengan cara diet dan medikamentosa. Diet harus banyak mengandung kalsium dan sedikit fosfor. Medikamentosa terdiri atas pemberian alumunium hidroksida dengan maksud untuk menghambat absorbsi fosfor di usus.

Di samping itu diberikan pula ergokalsiferol (vitamin D2), dan yang lebih baik bila ditambahkan dihidrotakisterol. Selama pengobatan hipoparatiroid, harus waspada terhadap kemungkinan terjadi hiperkalsemia. Bila ini terjadi, maka kortisol diperlukan untuk menurunkan kadar kalsium serum.



2.10  Komplikasi

  1. Hipokalsemia

Keadaan klinis yang disebabkan oleh kadar kalsium serum kurang dari 9 mg/100ml. Kedaan ini mungkin disebabkan oleh terangkatnya kelenjar paratiroid waktu pembedahan atau sebagai akibat destruksi autoimun dari kelenjar-kelenjar tersebut.

  1. Insufisiensi ginjal kronik

Pada keadaan ini kalsium serum rendah, fosfor serum sangat tinggi, karena retensi dari fosfor dan ureum kreatinin darah meninggi. Hal ini disebabkan tidak adanya kerja hormon paratiroid yang diakibatkan oleh keadaan seperti diatas (etiologi).

3.3 Diagnosa Keperawatan

  1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh hipokalsemia.

  2. Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.

  3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.

  4. Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen teraupetik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.

3.4 Intervensi

  1. Resiko cedera berhubungan dengan resiko kejang atau tetani yang diakibatkan oleh hipokalsemia.

Tujuan:

Klien tidak mengalami cedera dengan kriteria: reflek normal, tanda vital stabil, makan diet dan obat seperti yang dianjurkan, kadar kalsium serum normal.

Intervensi:














Intervensi


Rasional

a. Pantau tanda-tanda vital dan reflek tiap 2 jam sampai 4 jam.

b. Pantau fungsi jantung secara terus menerus/gambaran EKG.

c. Bila pasien dalam tirah baring berikan bantalan paga tempat tidur dan pertahakan tempat tidur dalam posisi rendah.

d. Bila aktivitas kejang terjadi ketika pasien bangun dari tempat tidur, bantu pasien untuk berjalan, singkirkan benda-benda yang membahayakan, bantu pasien dalam menangani kejang dan reorientasikan bila perlu.

e. Kolaborasi dengan dokter dalam menangani gejala dini dengan memberikan dan memantau efektifitas cairan parenteral dan kalsium.

f. Pemberian kalsium dengan hati-hati.

g. Berikan suplemen vitamin D dan kalsium sesuai program.

h. Kaji ulang pemeriksaan kadar kalsium.
a. untuk mengetahui kelainan sedini mungkin.

b. Untuk mengetahui abnormalitas dari gambaran EKG.

c. Untuk mencegah terjadinya injuri/jatuh.

d. Untuk menghindari cedera yang terjadi akibat benda yang terdapat di lingkungan sekitar klien dan mencegah kerusakan lebih berat akibat kejang.

e. Antisifasi terhadap hipokalsemia dengan cara penanganan medis.

f. Pemberian kalsium yang terlalu cepat akan mengakibatkan tromboflebitis hipotensi.

g. Untuk membantu memenuhi kekurangan kalsium dalam tubuh.

h. Untuk mengontrol kadar kalsium serum.


  1. Potensial tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan spasme laring akibat aktivitas kejang.

Tujuan:

Jalan nafas efektif dengan kriteria:

a) Frekwensi, irama, dan kedalaman pernafasan normal.

b) Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.

Intervensi:














Intervensi


Rasional

a. Siapkan peralatan penghisap dan jalan nafas oral di dekat tempat tidur sepanjang waktu.

b. Siapkan tali tracheostomi, oksigen, dan peralatan resusitasi manual siap pakai sepanjang waktu.

Edema laring:

c. Kaji upaya pernafasan dan kualitas suara setiap 2 jam.

d. Auskultasi untuk mendengarkan stridor laring setiap 4 jam.

e. Laporkan gejala dini pada dokter dan kolaborasi untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka.

f. Intruksikan pasien agar menginformasikan pada perawat atau dokter saat pertama terjadi tanda kekakuan pada tenggorok atau sesak nafas.

g. Baringkan pasien untuk mengoptimalkan bersihan jalan nafas, pertahankan kepala dalam posisi kepala dalam posisi alamiah, garis tengah.

Kejang:

h. Bila terjadi kejang: pertahankan jalan nafas, penghisapan orofaring sesuai indikasi, berikan O2 sesuai pesanan, pantau tensi, nadi, pernafasan dan tanda-tanda neurologis, periksa setelah terjadi kejang, catat frekwensi, waktu, tingkat kesadaran, bagian tubuh yang terlibat dan lamanya aktivitas kejang.

i. Siapkan untuk berkolaborasi dengan dokter dalam mengatasi status efileptikus misalnya: intubasi, pengobatan.

j. Lanjutkan perawatan untuk kejang.
a. Supaya memudahkan karena serangan bisa secara tiba-tiba.

b. Untuk memudahkan dalam tindakan apabila terjadi sumbatan jalan nafas.

c. Untuk mengetahui suara dan keadaan jalan nafas.

d. Adanya stridor suatu tanda adanya oedema laring.

e. Kolaborasi dengan dokter untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka karena perawat terbatas akan hak dan wewenang.

f. Agar perawat bisa siap-siap untuk melakukan suatu tindakan.

g. Untuk mencegah penekanan jalan nafas/mempertahankan jalan nafas untuk tetap terbuka.

h. Bila terjadi kejang otomatis O2 ke otak menurun sehingga bisa berakibat fatal ke seluruh jaringan tubuh termasuk pernafasan.

i. Kolaborasi dengan dokter dalam hal tindakan wewenang dokter (pengobatan dan tindakan).

j. Untuk mencegah terjadinya serangan berulang.


  1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan cardiak output.

Tujuan:

Kien dapat memenuhi kebutuhan aktivitas dengan kriteria:

a) Tingkat aktivitas meningkat tanpa dispnoe, tachicardi atau peningkatan tekanan darah.

b) Melakukan aktivitas tanpa bersusah payah.

Intervensi:














Intervensi


Rasional

a. Kaji pola aktivitas yang lalu.

b. Kaji terhadap perubahan dalam gejala muskuloskeletal setiap 8 jam.

c. Kaji respon terhadap aktivitas: Catat perubahan tensi, nadi, pernafasan, hentikan aktivitas bila terjadi perubahan, tingkatkan keikutsertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan peningkatan toleransi, ajarkan pasien untuk memantau respon terhadap aktivitas dan untuk mengurangi, menghentikan atau meminta bantuan ketika terjadi perubahan.

d. Rencanakan perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan: Jadwalkan bantuan dengan orang lain.

e. Seimbangkan antara waktu aktivitas dengan waktu istirahat.

f. Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien.
a. Untuk membandingkan aktivitas sebelum sakit dan yang akan diharapkan setelah perawatan.

b. Untuk memantau keberhasilan perawatan.

c. Untuk melihat suatu perkembangan perawatan terhadap aktivitas secara bertahap.

d. Dengan merencanakan perawatan, perawat dengan klien dapat mempermudah suatu keberhasilan karena datangnya kemauan dari klien.

e. Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.

f. Untuk menghemat penggunaan energi klien.


  1. Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen teraupetik berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang regimen diet dan medikasi.

Tujuan:

Klien mengerti tentang diet dan medikasinya, dengan kriteria:

Klien dan orang terdekat mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit dan prinsip perawatan tindak lanjut dan perawatan di rumah serta pengobatan dan diet yang diperlukan.

Intervensi:













Intervensi
Rasional

a. Jelaskan tentang konsep dasar tentang proses penyakit.

b. Diskusikan alasan tentang terjadinya perubahan fisik dan emosional.

c. Ajarkan pasien untuk memeriksakan dan melaporkan gejala dini tetani, kesemutan, tremor, tanda chvostek’s atau trusseaus positif perubahan dalam upaya pernafasan.

d. Ajarkan orang terdekat untuk mengenali aktivitas kejang pasien dan menentukan cara yang harus dilakukan menghindari restrain atau menghentikan prilaku, observasi dan mencatat prilaku yang diperlihatkan sebelum dan selama kejang.

e. Tekankan aktivitas sehari-hari dan latihan sesuai toeransi dan untuk melaporkan peningkatan keletihan atau kelemahan otot.

f. Diskusikan tentang pentingnya mempertahankan lingkungan yang aman.

g. Ajarkan nama obat-obatan, dosis, waktu dan metode pemberian, tujuan, efek smping dan toxik.

h. Ajarkan klien tentang diet tinggi kalsium rendah fosfat, seperti mengurangi susu dan keju karena banyak mengandung fosfor.
a. Penyuluhan tentang penyakitnya sangat penting karena klien membutuhkan medikasi dan modifikasi diet sepanjang hidupnya.

b. Agar klien mengerti akan keadaan dirinya sehingga klien tahu tentang penanggulangannya.

c. Agar klien bisa mengontrolkan dirinya secara berkala sehingga penyakitnya bisa tertanggulangi dan tidak mengakibatkan lebih parah.

d. Orang terdekat adalah orang yang selalu berada dan tahu persis tentang pasien sehingga bila terjadi sesuatu terhadap diri klien dia bisa melakukan sesuatu dan apa yang tidak boleh dilakukan sehingga bisa memperingan penyakitnya.

e. Untuk melatih mobilisasi sehingga klien bisa melakukan ADLnya.

f. Untuk mencegah cedra akibat dari lingkungan.

g. Obat-obat tersebut penting untuk mempertahankan hidupnya.

h. Asupan diet yang seimbang akan meningkatkan kadar kalsium darah.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger