meta charset='utf-8'/> Asuhan Keperawatan Sialadenitis | Kumpulan Asuhan Keperawatan
Home » » Asuhan Keperawatan Sialadenitis

Asuhan Keperawatan Sialadenitis

Written By Unknown on Rabu, 24 Juli 2013 | 04.37



2.1  Definisi Sialadenitis

Sialadenitis adalah infeksi berulang-ulang di glandula submandibularis yang dapat diserati adanya batu atau penyumbatan. Biasanya sistem duktus menderita kerusakan, jadi serangan tunggal sialadentis submandibularis jarang terjadi. Kelenjar ini terasa panas, membengkak, nyeri tekan dan merupakan tempat serangan nyeri hebat sewaktu makan. Pembentukan asbes dapat terjadi didalam kelenjar maupun duktus. Sering terdapat batu tunggal atau multiple (Gordon, 1996).

Sialadenitis merupakan keadaan klinis yang lebih sering daripada pembengkakan parotid rekuren dan berhubungan erat dengan penyumbatan batu duktus submandibularis. Penyumbatan tersebut biasanya hanya sebagian dan oleh karena itu gejala yang timbul berupa rasa sakit postpradial dan pembengkakan. Kadang-kadang infeksi sekunder menimbulkan sialadenitis kronis pada kelenjar yang tersumbat tersebut, tetapi keadaan ini jarang terjadi. Kadang-kadang pembengkakan rekuren disebabkan oleh neoplasma yang terletak dalam kelenjar sehingga penyumbatan duktus (Gordon,1996).

2.2 Etiologi Sialadenitis

Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas. Peradangan kronis dapat terjadi pada parenkim kelenjar atau duktus seperti batu (sialolithiasis) yang disebabkan karena infeksi (sialodochitis) dari Staphylococcus aureus, Stertococcus viridians atau pneumococcus. Selain itu terdapat komponen obstruksi skunder dari kalkulus air liur dan trauma pada kelenjar. Faktor risiko yang dapat mengakibatkan sialadenitis antara lain dehidrasi, terapi radiasi, stress, malnutrisi dan hiegine oral yang tidak tepat (Gordon, 1996).

2.3 Klasifikasi Sialadenitis

a. Sialadenitis akut

Sialadenitis akut akan terlihat secara klinik sebagai pembengkakan atau pembesaran glandula dan salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta sering juga diikuti dengan demam dan lesu. Diagnosis dari keadaan sumbatan biasanya lebih mudah ditentukan dengan berdasar pada keluhan subjektif dan gambaran klinis. Penderita yang terkena sialadenitis akut seringkali dalam kondisi menderita dengan pembengkakan yang besar dari glandula yang terkena. Regio yang terkena sangat nyeri bila dipalpasi dan sedikit terasa lebih hangat dibandingkan daerah dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan muara duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terliaht ada aliran saliva, biasanya keruh dan purulen.

Pasien biasanya demam dan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang merupakan tanda proses infeksi akut. Pemijatan glandula atau duktus (untuk mengeluarkan secret) tidak dibenarkan dan tidak akan bisa ditolerir oleh pasien. Probing pada duktus juga merupakan kotraindikasi karena kemungkinan terjadinya inokulasi yang lebih dalam atau masuknya organism lain, yang merupakan tindakan yang harus dihindarkan. Sialografi yaitu pemeriksan glandula secara radiografis mensuplai medium kontras yang mengandung iodine, juga sebaiknya ditunda. Bila terdapat bahan purulen, dilakukan kultur aerob dan abaerob (Gordon, 1996).

b. Sialadenitis kronis

Infeksi atau sumbatan kronis membutuhkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh, yang meliputi probing, pemijatan glandula dan pemeriksaan radiografi. Palpasi pada glandula saliva mayor yang mengalami keradangan kronis dan tidak nyeri merupakan  indikasi dan seringkali menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang fibrosis noduler. Sialadenitis kronis seringkali timbul apabila infeksi akut telah menyebabkan kerusakan atau pembentukan  jaringan parut atau pembentukan jaringan parut atau perubahan fibrotic pada glandula.

Tampaknya glandula yang terkena tersebut rentan atau peka terhadap proses infeksi lanjutan. Seperti pada sialadenotis akut, perawatan yang dipilih adalah kultur saliva dari glandula yang terlibat dan pemberian antibiotic yang sesuai. Probing atau pelebaran duktus akan sangat membantu jika sialolit ini menyebabkan penyempitan duktus sehingga menghalangi aliran bebas dari saliva. Bila kasus infeksi kronis ini berulang-ulang terjadi, maka diperlukan sialografi dan pemerasan untuk mengevaluasi fungsi glandula. Jika terlihat adanya kerusakan glandula yang cukup besar, perlu dilakukan ekstirpasi glandula. Pengambilan submandibularis tidak membawa tingkat kesulitan bedah dan kemungkinan timbulnya rasa sakit sebagaimana  pengambilan glandula parotidea. Karena kedekatannya dengan n. facialis dan kemungkinan cedera selama pembedahan, maka glandula parotidea yang mengalami gangguan biasanya dipertahankan lebih lama daripaa jika kerusakan mengenai glandula submandibula (Gordon, 1996).

c. Sialadenetis supuratif

Sialadenitis supuratif akut lebih jarang terjadi pada glandula submandibularis, dan jika ada, seringkali disebabkan oleh sumbatan duktus dari batu saliva atau oleh benturan langsung pada duktus. Dilakukan pemeriksaan kultur dari sekresi purulen dan terapi antibiotic. Jika batu terletak pada bagian distal duktus (intraoral), batu harus dikeluarkan. Jika sialolit terletak pada duktus proksimal. Kadang-kadang glandula harus dipotong untuk mengontrol infeksi akut (Gordon, 1996).

2.4 Manifestasi Klinis Sialadenitis

Gejala yang timbul biasanya unilateral dan terdiri dari pembengkakan dan rasa sakit, serta trismus ringan. Pada tahap ini belum dapat dilakukan penentuan diagnosa yang dapat ditentukan bila telah terjadi serangan berulang kali. Pembengkakan terjadi selama 2-10 hari dan serangan terulang kembalisetelah beberapa minggu atau bulan. Pembengkakan yang rekurens dan nyeri didaerah kelenjar submandibula (Haskel, 1990).

Demam terjadi jika timbul infeksi, menggigil, dan nyeri unilateral dan pembengkakan berkembang. Kelenjar ini tegas dan lembut difus, dengan eritema dan edema pada kulit di atasnya. Nanah sering dapat dinyatakan dari saluran dengan menekan kelenjar yang terkena dampak dan harus berbudaya. Focal pembesaran mungkin menunjukkan abses. Sekresi air liur yang sangat kental dapat dikeluarkan dari duktus dengan melakukan  penekanan pada kelenjar. Kelenjar ini dapat terasa panas dan membengkak (Haskel, 1990).

2.6  Penatalaksanaan Sialadenitis

            Pada semua keadaan, lubang masuk duktus harus diperlebar dengan beberapa probe lakrimal. Batu pada duktus dapat dikeluarkan dengan membuat insisi ke duktus dari mukosa mulut. Batu yang terletak lebih di dalam, memerlukan insisi linear eksternal.

Bila faktor penyebab tidak dapat dihilangkan, sebaiknya usahakan untuk memperbesar aliran dengan cara mengunyah permen karet. Periode akut dapat dikontrol dengan kombinasi antibiotic dan massage kelenjar. Pada keadaan yang lebih parah, gejala yang ada dapat dikontrol dengan pengikatan duktus atau parotidektomi permukaan.

Pengikatan duktus hanya dilakukan bila ada hiposekresi yang hebat, mialnya bila sindrom sicca atau kerusakan kelenjar telah sangat besar. Bila kecepatan sekresi tinggi, parotidektomi merupakan indikasi.

Kadang-kadang terjadi infeksi akut pada kelenjar yang tersumbat, dan perawatan dengan antibiotic (terutama penisilin) diperlukan sebelum perawatan yang lebih menyeluruh dilakukan.

Langkah pertama adalah untuk memastikan Anda memiliki cukup cairan dalam tubuh Anda. Anda mungkin harus menerima cairan intravena (melalui pembuluh darah). Berikutnya, Anda akan diberikan antibiotik untuk menghancurkan bakteri. Setelah saldo cairan telah dipulihkan, dokter gigi Anda dapat merekomendasikan permen asam tanpa gula atau permen. Mereka dapat merangsang tubuh memproduksi air liur lebih banyak. Jika infeksi tidak membaik, Anda mungkin memerlukan pembedahan untuk membuka dan tiriskan kelenjar. Jika sialadenitis disebabkan oleh batu di saluran, batu itu mungkin perlu dihilangkan dengan operasi (Haskel, 1990).

2.7  Pemeriksaan Penunjang Sialadenitis

Hasil pemeriksaan menunjukkan pembengkakan elastic yang nyeri serta pre-aurikular, dengan kulit di atasnya normal. Lubang masuk duktus meradang dan jumlah sekresi ludah berkurang, sedang massage kelenjar dapat menghasilkan kotorsn flokulen kental disertai aliran ludah yang deras.

Radiograf pada bidang postero-anterior bagian depan duktus, dengan film yang diletakkan pada pipi dapat menunjukkan batu, bila batu tersebut memang ada.

Sialograf  harus dilakukan pad setiap keadaan diantara serangan akut yang satu ke serangan berikut, dan dapat menunjukkan pembesaran duktus utama, penyempitan, cacat radiolusen (baturadiolusen), sialektasis (sindrom sicca), atau pada keadan yang sangat parah, ketidak teraturan yang menyeluruh. Keadaan abnormal terbatas pada cabang duktus dan daerah-daerah yang berhubungan dengannya.

Pemeriksaan jumlah ludah yang berkurang memang dianjurkan, untuk membandingkan aliran dari kelenjar ini dengan kelenjar lain, tetapi cara pemeriksaan ini masih dalam penelitian. Kanula Lashley dipasang pada tiap duktus atau ludah ditampung setelah paien mengunyah permen karet atau setelah dilakukan penyuntikan pilokarpin secara intravena. Kecepatan aliran ludah yang normal 1 ml per menit dan pada sebagian bear keadaan tersebut biasanya bersifat bilateral.

Bila terdapat sindrom sicca, dapat terjadi penurunan sekresi yang simetris. Prognosa keadaan ini berhubungan dengan kecepatan sekresi, prognosa lebih baik bila volume sekresi normal atau sedikit berkurang.

Pembengkakan rekuren (submandibula) disebabkan oleh neoplasma yang terletak dalam kelenjar yang menimbulkan penyumbatan duktus. Hasil pemeriksaan menunjukkan kelenjar submandibula yang membesar, keras, dan pembengkakan dapat dilihat dengan meminta pasien mengingat makanan yang disenanginya atau mengiap jeruk. Hasil pemeriksaan juga menunjukkan berkurangnya aliran ludah dari duktus yang terserang.

Hasil pemeriksaan radiograf yang oblique dan oklusal dari dasar mulut menunjukkan adanya batu. Perawatan dari keadaan ini meliputi pengeluaran batu bila batu terletak di atas otot milohoid atau memotong kelenjar bila batu terletak di bawah daerah yang masih dapat dicapai secara intra-oral. Pemotongan kelenjar juga perlu dilakukan bila gejala yang hebat timbul berulang kali. Keadaan ini, seperti terlihat pada hasil sialograf, berhubungna dengan kerusakan kelenjar yang sangat luas dan sialektasis yang mungkin berasal dari infeksi atau penyempitan duktus (Gordon, 1996).

3.4 Diagnosa Keperawatan

  1. Nyeri berhubungan dengan penurunan sekresi saliva.

  2. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya penumpukan bakteri.

  3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.

  4. Hipertermi berhubungan dengan peradangan akibat infeksi virus.

3.5 Intervensi

  1. Diagnosa: Nyeri berhubungan dengan penurunan sekresi saliva.

Tujuan: mengatasi rasa nyeri

Kriteria hasil:

  1. Produksi saliva kembali normal

  2. Nyeri berkurang atau hilang
























No.IntervensiRasional
1.Kolaborasi

Berikan obat analgesic


Menghilangkan rasa nyeri
2.Mandiri

Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidak-nyamanan


Makanan dengan konsistensi makanan yang tinggi dapat mengrangi rasa nyeri saat menelan
3.Mandiri

Berikan klien permen karet dan ajarkan untuk mengunyah


Meningkatkan produksi saliva



  1. Diagnosa: Infeksi berhubungan dengan adanya penumpukan bakteri.

Tujuan: mencegah dan menghambat penyebaran infeksi.

Kriteria hasil:

  1. Infeksi teratasi

  2. Tidak ada inflamasi dan edema

  3. Bakteri mati

  4. Leukosit kembali normal: 8.000 sel/mm3
























No.IntervensiRasional
1.Kolaborasi

Berikan obat antibiotic sesuai indikasi


Menurunkan kolonisasi bakteri dan mencegah infeksi
2.Kolaborasi

Periksa darah lengkap pasien


Menegetahui jumlah leukosit
3.Mandiri

Ajarkan pada pasien tentang oral hygiene


Mencegah bakteri berkembang biak akibat kurangnya kebersihan rongga mulut/oral hygiene.



3. Diagnosa: nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan.

Tujuan: Memenuhi kebutuhan  nutrisi tubuh.

Kriteria Hasil:

  1. Kebutuhan metabolismme tubuh terpenuhi

  2. Pasien tidak lagi terlihat lemah

  3. Nutrisi terpenuhi

  4. BB kembali normal: 55 kg



















NoIntervensiRasional
1Kolaborasi

Berikan terapi nutrisi.


Kebutuhan nutrisi klien kembali terpenuhi.
2Mandiri

Buat pilihan menu dan ijinkan klien untuk memilih sebanyak mungkin.


Memberikan variasi menu pada klien sehingga nafsu makan klien meningkat.



4. Diagnosa: Hipertermi berhubungan dengan peradangan akibat infeksi virus.

Tujuan: Mengatasi masalah peningkatan suhu tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi akibat virus.

Kriteria Hasil:

  1. Badan tidak menggigil

  2. Suhu tubuh kembali normal 37°C





























NoIntervensiRasional
1Kolaborasi

Berikan obat penurun panas.


Demam dapat diatasi (suhu tubuh kembali normal).
2Mandiri

Berikan kompres hangat.


Melancarkan aliran pembuluh darah dan menjadikan suhu tubuh kembali normal.
3Mandiri

Anjurkan banyak minum bila tidak ada kontraindikasi.


Mencegah dehidrasi akibat kekurangan cairan yang dapat meningkatkan suhu tubuh akibat infeksi.
4Mandiri

Anjurkan klien untuk bedrest total.


Memulihkan kondisi tubuh dengan mencegah adanya peningkatan suhu tubuh serta mengembalikan pada suhu tubuh normal.



3.6 Evaluasi

  1. Rasa nyeri berkurang ditandai dengan berkurangnya rasa nyeri.

  2. Infeksi bakteri berkurang ditandai dengan berkurangnya inflamasi.

  3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi ditandai dengan berat badan yang meningkat.

  4. Tidak terjadi demam ditandai dengan suhu tubuh kembali normal.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : JNE | Facebook | Home
Copyright © 2015. Kumpulan Asuhan Keperawatan - Pusat Istana Keperawatan
Template Created by Creating Website Published by Utama Corporation
Proudly powered by Blogger